Legislator: Kepolisian Harusnya Melindungi Bukan Mengancam Masyarakat Adat

Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil angkat bicara soal konflik antara kepolisian dengan masyarakat adat yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Dia mengingatkan tugas polisi adalah mengamankan dan melindungi masyarakat. Bukan melakukan hal sebaliknya yang mengancam dan membahayakan masyarakat adat.

“Oleh karenanya kami meminta aparat untuk melindungi rakyat. Jadi polisi wajib melindungi rakyat,” tegas Nasir Djamil kepada media, Jumat (8/9/2023).

Diketahui, terjadi konflik antara kepolisian dengan masyarakat adat di 16 kampung adat di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau. Mereka terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City.

Kejadian bermula ketika beredar kabar di antara warga Rempang pada Rabu (06/09) bahwa Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) beserta pihak berwenang akan memaksa masuk ke Rempang untuk melakukan pengukuran.

Berdasarkan kabar tersebut, pada Kamis (07/09) pagi warga berkumpul di Jembatan 4 Barelang.

Sekitar pukul 09:51 WIB, warga melihat ratusan aparat gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Polisi, TNI, dan Ditpam Batam membentuk barisan di depan jembatan. Aparat gabungan kemudian bergerak ke arah warga yang berdiri di ujung jembatan. Kapolresta Balerang Kombes Pol Nugroho dengan pengeras suara meminta warga untuk mundur.

Ketika aparat mulai merangsek masuk ke kampung, terjadi lemparan batu dari arah warga. Aparat membalasnya dengan menyiramkan air dan menembakkan gas air mata. Gas air mata dilaporkan masuk ke kawasan sekolah, yaitu SMP 33 Galang dan SD 24 Galang.

Baca Juga: Menparekraf Apresiasi Bajafash 2023 Geliatkan Pariwisata dan Ekraf Batam

Atas kejadian itu, Nasir meminta Kapolri untuk mengevaluasi anggotanya dalam proses penanganan pembebasan lahan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. Dirinya menyoroti kinerja kepolisian yang kurang hati-hati, terutama saat berhadapan dengan masyarakat adat yang akan dibebaskan lahannya di Pulau Rempang untuk proyek startegis nasional (PSN) tersebut.

“Masyarakat adat istilahnya punya tempat dalam struktur sosial dalam desa bahkan nasional. Kita sangat menyayangkan peristiwa itu. Seandainya langkah preventif dan mendeteksi pencegahan lebih awal dilakukan,” kata Politisi Fraksi PKS ini.

Dirinya menyayangkan aparat kepolisian yang tidak mengedepankan tindakan persuasif. Sehingga harus berujung pada penembakan gas air mata. “Perlu kerja sama dengan semua pihak. Seandainya langkah mendeteksi ini dan pencegahan bisa dilakukan dan tidak akan terjadi. Semuanya berjalan dengan damai. Kami sangat sayangkan peristiwa ini terjadi. Apalagi kalau ada penembakan di masyarakat,” ungkapnya.

Selain itu, Nasir juga meminta Presiden Joko Widodo untuk ikut turun tangan dan menyelesaikan semua permasalahan konflik agraria yang ada di Indonesia. Dia menilai permasalahan di Pulau Rempang juga imbas dari konflik agraria yang diharapkan dapat selesai sebelum masa jabatan Jokowi sebagai presiden selesai.

“Ini harus segera diselesaikan tenggat waktu 2024. Karena sebaiknya konflik pertanahan harus segera diselesaikan. Kalau tidak ini akan menjadi api dalam sekam dan akan menjadi beban bagi presiden berikutnya,” jelasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, saat ini memang di daerah itu memang sedang dilakukan pembebasan lahan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam perihal pembangunan Rempang Eco City di lahan seluas 7.572 hektare. Namun, klaim jenderal bintang empat itu, ada sekelompok masyarakat menolak rencana pengembangan.

Baca Juga: Dugaan Pelecehan Seksual di Ajang ‘Miss Universe’, Komisi III Minta Kepolisian Gunakan UU TPKS

Listyo mengklaim berbagai upaya telah dilakukan mulai dari musyawarah dengan warga setempat telah dilakukan. Ia juga mengklaim BP Batam telah menyiapkan relokasi dan ganti rugi terhadap lahan yang akan dilakukan pembebasan demi rencana pembangunan Rempang Eco City.

Namun demikian, masih ada sebagian masyarakat menolak hal itu. Karena itu, pada Kamis pagi kemarin pihak kepolisian terpaksa turun untuk melakukan penertiban kepada warga yang menolak. Diketahui, perusahaan yang mengembangkan proyek Rempang Eco City milik Tomy Winata dengan menggunakan bendera PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha.

Pengembangan Rempang baru masuk dalam daftar proyek strategis nasional tahun 2023. Pengembangan PSN itu bakal berdampak pada 10 ribu warga Pulau Rempang dan Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua. Para warga kampung terancam tergusur dan terusir dari ruang hidup yang telah mereka huni turun-temurun sejak 1843. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *