Menteri PPPA Deklarasikan Komitmen Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mendeklarasikan komitmen pemerintah dalam menghapuskan KDRT melalui Kampanye Penghapusan KDRT di Ruang Publik dengan tema “Gema Kolaboratif Multistakeholder Menghapuskan KDRT” yang diselenggarakan di lokasi Car Free Day. (Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendeklarasikan komitmen pemerintah dalam menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melalui Kampanye Penghapusan KDRT di Ruang Publik dengan tema “Gema Kolaboratif Multistakeholder Menghapuskan KDRT” yang diselenggarakan di lokasi Car Free Day. KemenPPPA melibatkan organisasi masyarakat diantaranya tokoh agama, lembaga layanan, aktivis hak asasi manusia, dunia usaha, penyandang disabilitas, buruh, hingga penyintas kekerasan untuk menggaungkan komitmen bersama dalam melindungi perempuan dan anak dari kekerasan.

“Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sudah menjadi dasar hukum untuk memberikan perlindungan terhadap korban KDRT dan memberikan sanksi bagi para pelaku. Kita telah melihat perubahan yang signifikan dalam cara kita memandang dan menangani masalah ini. Kita telah menyaksikan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga, serta menghapus stigma yang sering melingkupi korban. Selain itu, layanan pendukung dan perlindungan telah berkembang pesat untuk membantu korban kekerasan, termasuk pusat-pusat perlindungan dan jalur darurat. Pekerjaan kita belum selesai karena angka kekerasan dalam rumah tangga masih tinggi,” jelas Menteri PPPA.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak  (Simfoni PPA) dari Januari-Desember 2022, kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di rumah tangga (KDRT) yakni sebesar 73,1 persen (8.432 kasus) dengan pelakunya sebagian besar adalah suami 56,3 persen.

“Kampanye yang kita laksanakan hari ini adalah upaya terus-menerus dalam mendorong komitmen seluruh pihak untuk melakukan aksi-aksi nyata dalam upaya menghapuskan KDRT dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya kepada perempuan dan anak. Sejak tahun 2021 yang lalu, kami terus menyuarakan pentingnya para korban kekerasan untuk berani bersuara melalui kampanye Dare to Speak Up,” ungkap Menteri PPPA.

Baca Juga: KemenPPPA Cetak Fasilitator Nasional Pencegahan Perkawinan Anak

Melalui kampanye berani bersuara, diharapkan korban, keluarga korban dan masyarakat yang melihat, mendengar atau mengetahui adanya kekerasan dapat melaporkan ke layanan pengaduan kekerasan KemenPPPA melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WA di 08111 129 129.

Direktur JalaStoria, Ninik Rahayu mengapresiasi KemenPPPA dalam melakukan kampanye pencegahan dan perlindungan korban KDRT. Untuk memberikan dampak yang lebih masif, seluruh pihak mulai dari pemerintah, tokoh agama, organisasi masyarakat, jurnalis, penegak hukum, penyintas kekerasan hingga influencer diharapkan bisa turut serta menyuarakan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyampaikan bahwa ruang domestik kerap menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan. Berdasarkan data pelaporan lembaga layanan dari seluruh Indonesia kepada Komnas Perempuan, presentasi kasus KDRT mencapai 60-70 persen dalam periode 20 tahun terakhir.

“Tingginya angka KDRT sangat disayangkan karena selama ini rumah dianggap sebagai tempat yang paling aman bagi perempuan. Bahkan ketika korban yang sebagian besar perempuan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya mereka sering kali diminta berdamai untuk menutupi aib. Kalau kondisi seperti ini dibiarkan kekerasan itu akan terus berulang, artinya kita membiarkan hidup seseorang dalam penyiksaan. Maka dari itu, mari kita sama-sama mengedukasikan pentingnya UU PKDRT untuk melindungi korban,” tutur Andy.

Baca Juga: Menteri PPPA Ajak Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia Wujudkan Cita-Cita Indonesia Layak Anak 2030

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Giwo Rubianto meminta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turut mengimplentasikan UU PKDRT dengan mengedepankan perspektif korban dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga. Dalam rangka mengawal upaya tersebut, pemerintah, organisasi masyarakat dan para aktivis diharapkan dapat mendampingi dan mengevaluasi impelementasi UU PKDRT sehingga kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah privat bisa dihapuskan.

Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Nita Yudi mendorong perempuan dapat berdaya secara ekonomi untuk meminimalisir terjadinya KDRT. Dengan berdaya secara ekonomi contohnya menjadi pengusaha UMKM, perempuan bisa membantu keuangan keluarga dan mensejahterakan kehidupannya.

Melalui dunia usaha, Vice President General Secretary, Danone Indonesia Vera Galuh turut menegaskan komitmen dalam memberikan perlindungan terhadap karyawan perempuan, salah satunya mengedukasi agar tidak takut melapor jika mengalami kekerasan di ranah rumah tangga maupun jika mendapatkan pelecehan di lingkungan kerja.

Anggota Komisi Nasional Disabilitas (KND), Fatimah Asri Mutmainnah mengecam keras tindak kekerasan dalam rumah tangga yang bisa memberikan dampak kecacatan secara disengaja. Banyak dari korban KDRT yang mengalami disabilitas permanen dan merusak masa depan mereka. Oleh karenanya KDRT harus dicegah melalui sosialisasi dan internalisasi nilai kepada masyarakat.

Baca Juga: Kolaborasi KemenPPPA Dan MUI, Pantik Inisiatif Wujudkan Pesantren Ramah Anak

Dari perspektif agama, Tokoh Agama, Alimatul Qibtiyah menyampaikan bahwa melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga bukanlah aib, melainkan mengupayakan keadilan bagi korban.

“Tujuan berkeluarga adalah untuk memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi seluruh anggotanya. Kalau sampai terjadi KDRT itu artinya menyalahkan tujuan dibentuknya keluarga. Jika seseorang korban melapor dia mengalami KDRT maka kita jangan menyalahkannya karena dirasa tidak kuat imannya. Itu artinya mereka sedang berusaha mencari keadilan, karena semua orang berhak mendapat ketenangan dan kebahagiaan,” ujar Alimatul.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *