Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro saat menyampaikan keynote speech pada seremoni penandatanganan naskah kerja sama dengan UII di Sleman, Yogyakarta, Jumat (26/4/204). (Foto: Komnas HAM RI)
Yogyakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Komnas HAM RI, Penghormatan dan pelindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi ranah kewajiban negara.
“Konstitusi kita di Pasal 28I ayat (4) telah menyebutkan kewajiban atau tanggung jawab negara dalam HAM,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro saat menyampaikan keynote speech pada seremoni penandatanganan naskah kerja sama dengan UII di Sleman, Yogyakarta, Jumat (26/4/204).
Negara sebagai pemangku kewajiban, lanjutnya, memiliki kewajiban untuk melakukan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM warga negara. Dalam negara demokrasi, Atnike menyebutkan salah satu hak yang dimiliki oleh warga negara adalah hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat. Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
“Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 menyebutkan bahwa hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat mencakup hak setiap orang untuk berpendapat tanpa campur tangan, hak setiap orang untuk menyatakan pendapat termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dan pemikiran, terlepas dari pembatasan secara lisan, tertulis, maupun dalam bentuk cetakan, karya seni, atau melalui media lain,” terang Atnike.
Pengaturan atau pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi juga dapat dilakukan dengan pertimbangan yang pertama untuk menghormati hak atau nama baik orang lain.
“Yang kedua melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan masyarakat atau moral masyarakat. Contoh terkait kepentingan umum, ketika kita mengalami pandemi covid. Kita tidak boleh menggunakan kebebasan berpendapat dan berekspresi di dalam kerumunan, tidak boleh berkumpul. Yang dibatasi bukan ekspresinya tetapi cara melakukannya,” terangnya.
Pembatasan hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat tidak dapat dilakukan secara semena-mena. Ada beberapa dimensi atau aspek yang perlu diperhatikan.
“Yang pertama, asas legalitas artinya tidak boleh dibatasi tanpa aturan yang jelas. Pembatasan itu harus dibuat berdasarkan aturan. Yang kedua adalah aspek proporsionalitas. Yang ketiga adalah dimensi nesesitas,” jelas Atnike.***