Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam Pertemuan Retreat para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tanggal 25 Juli 2024 di Vientiane, Laos. (Foto: Kemenlu RI)
Vientiane, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenlu RI, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi angkat lima isu penting di Pertemuan Retreat para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tanggal 25 Juli 2024 di Vientiane, Laos, yakni : isu sentralitas ASEAN, AOIP, Myanmar, Laut China Selatan dan isu Palestina.
Pertama, mengenai pentingnya ASEAN tidak menjadi proksi kekuatan mana pun. Sekali ASEAN jadi proksi, maka akan sulit bagi ASEAN memainkan peran sentralnya dan tetap menjadi ‘jangkar’ bagi terwujudnya perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Kedua, mengenai keberlanjutan implementasi AOIP. Indonesia pastikan agar implementasi AOIP tetap diarustamakan baik dalam kegiatan ASEAN maupun dengan mitra wicaranya.
Sebagai tindak lanjut dari penyelenggaraan ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF) tahun lalu, tahun ini akan diselenggarakan Pertemuan ke-2 AIPF di sela-sela KTT ASEAN KE-44 dan ke-45 di Vientiane Oktober mendatang. Indonesia juga berharap AIPF dapat diselenggarakan di Malaysia tahun depan.
Kalangan bisnis (ABAC Indonesia) saat ini juga tengah menyiapkan pembentukan ASEAN-Indo-Pacific Business Network.
Baca Juga: Menlu RI : Pemajuan HAM Kawasan, Kunci Masa Depan ASEAN yang Gemilang
Untuk keberlanjutan AOIP, Menlu lebih lanjut mengusulkan inisiatif Indonesia agar ASEAN dapat menyusun dan menyepakati Deklarasi AOIP sebagai rujukan utama arsitektur kawasan, sebagaimana disebutkan dalam dokumen Concord IV.
Ketiga, mengenai isu Myanmar. Menlu Retno menyampaikan kekecewaannya terkait tidak adanya progres 5PC oleh Myanmar.
Ia juga kembali menyampaikan mengenai situasi di Myanmar yang semakin buruk antara lain ditandai dengan: meningkatnya konflik internal yang sebabkan meningkatnya pengungsi internal; meningkatnya berbagai aktivitas kejahatan lintas batas, antara lain online scam dan perdagangan obat-obatan terlarang di mana korbannya mayoritas adalah warga negara Asia Tenggara. Data UNODC menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perdagangan opium di Myanmar.
Kondisi yang semakin mengkhawatirkan ini mengharuskan semua negara anggota ASEAN, termasuk semua pihak di Myanmar, untuk mengembalikan perdagangan dan stabilitas di Myanmar.
Ke depan, Menlu Retno sarankan beberapa hal, antara lain:
Baca Juga: Menlu RI Ajak ASEAN Tingkatkan Upaya Global Pelucutan Senjata
- Hal pertama, memastikan 5PC tetap menjadi referensi utama upaya ASEAN. Tanpa adanya kemajuan implementasi 5PC, maka partisipasi Myanmar untuk pertemuan Menlu dan KTT ASEAN perlu tetap dipertahankan (tidak ada perwakilan politis).
- Hal kedua, perlunya memperbesar bantuan kemanusiaan. Menlu RI menyampaikan bahwa tahun ini Indonesia telah memberikan bantuan kemanusiaan untuk Myanmar sebesar USD 500,000 untuk program rehabilitasi bagi orang dengan disabilitas melalui Palang Merah Internasional (ICRC). Indonesia juga akan menyalurkan vaksin polio pada September tahun ini.
Indonesia juga menyambut baik inisiatif bantuan kemanusiaan lintas batas dari Thailand dan menekankan perlunya bantuan dilakukan secara inklusif dan transparan di semua level, dari perencanaan hingga implementasinya.
Menlu juga menyampaikan perlunya mekanisme informal Troika ASEAN untuk Myanmar dilanjutkan. Selain itu ia juga menegaskan perlunya sinergi ASEAN dengan Utsus PBB untuk Myanmar dalam mobilisasi dan pengelolaan bantuan untuk Myanmar. Indonesia juga mendukung akan diselenggarakannya Pertemuan para Utsus Myanmar.
- Hal Ketiga, perlunya memastikan dialog yang inklusif. Meski hingga saat ini belum ada keinginan dialog dari para stakeholders, namun Retno menegaskan bahwa dialog yang inklusif adalah satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas yang lestari di Myanmar.
Baca Juga: Wamenlu RI Tegaskan Pentingnya Hidupkan Kembali Solidaritas Global South
“ASEAN harus terus berupaya untuk mendorong dialog inklusif ini untuk membangun rasa saling percaya di antara stakeholders,’ ujar Menlu Retno..
Keempat, mengenai isu Laut China Selatan. Menlu Retno menyampaikan bahwa eskalasi di kawasan semakin nyata dan mengkhawatirkan. “Satu salah langkah di Laut China Selatan, akan mengubah api kecil menjadi badai api yang mengerikan,” katanya.
Menlu tekankan kembali pentingnya penyelesaian CoC (Code of Conduct).
“Pengelolaan isu keamanan di kawasan bergantung oleh kita. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk menerjemahkan komitmen menjadi aksi nyata, antara lain melalui penyelesaian Practical Guidelines to Accelerate CoC yang tahun lalu kita sepakati,” tegas Menlu.
Kelima, mengenai isu Palestina, Menlu RI mendorong ASEAN untuk bersatu dalam menyuarakan dihentikannya genosida dan segera dilakukannya gencatan senjata yang permanen di Palestina.
Baca Juga: Terus Berlanjut, Bantuan Kemanusiaan Indonesia Untuk Palestina
Sebagai Organisasi yang berdasarkan aturan (rules-based) dan di mana negara anggota berkomitmen untuk menghormati Hukum Internasional, maka penting bagi ASEAN untuk menyuarakan pentingnya penghormatan hukum internasional secara konsisten, tanpa kecuali, termasuk untuk Palestina.
“ASEAN harus terus mendorong diimplementasikannya Resolusi 2735. ASEAN juga penting untuk mendukung Fatwa Hukum (Advisory Opinion) dari Mahkamah Internasional ” ungkapnya.***