Plt. Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir saat memimpin Rakor Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kemendagri Jakarta. (Foto: Kemendagri RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemendagri RI, Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (Pemda) dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) tinggi untuk mencermati penyebab kenaikan harga. Hal ini disampaikan Tomsi saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri Jakarta, Selasa (17/9/2024).
“Kami minta untuk semua kepala daerah yang IPH-nya naik tadi supaya mencermati kenapa kenaikan itu bisa terjadi sementara tetangga di kabupatennya atau tetangga di kotanya tidak naik,” katanya.
Berdasarkan materi yang disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini, kenaikan IPH tertinggi di Pulau Sumatra terjadi di Kabupaten Aceh Besar dengan nilai perubahan IPH 0,97 persen. Komoditas penyumbang andil IPH terbesar di wilayah Sumatra didominasi oleh telur ayam ras, minyak goreng, cabai rawit, dan daging ayam ras.
Adapun kenaikan IPH di Pulau Jawa hanya terjadi di Kabupaten Blora dengan nilai perubahan 0,55 persen. Komoditas penyumbang andil kenaikan IPH terbesar di Kabupaten Blora yaitu minyak goreng (0,4959), cabai merah (0,0156), dan cabai rawit (0,0138). Tomsi mengingatkan Pemda Blora agar segera melakukan langkah pengendalian inflasi, begitu juga daerah lain dengan IPH tinggi.
Baca Juga: Kemendagri Dorong Pemda Tingkatkan PAD Guna Wujudkan Pembangunan Menuju Indonesia Emas
“Tadi sudah dijelaskan ada daerah-daerah tertentu yang naik, sementara tetangganya tidak ada yang naik, seperti di Blora. Kemudian kenaikan-kenaikan IPH yang tinggi-tinggi, dari Paniai, Bolaang Mongondow Selatan,” ujarnya.
Di sisi lain, Pudji mengungkapkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017 dan PMK Nomor 101/PMK.010/2021, target inflasi tahun 2020-2023 sebesar 3 persen plus minus 1 persen, yakni terendah 2 persen dan tertinggi 4 persen. Kemudian target inflasi tahun 2024 sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen, yakni terendah 1,50 persen dan tertinggi 3,50 persen.
Pihaknya melanjutkan, tingkat inflasi tahun kalender year-to-date (y-to-d) bulan Agustus 2024 sebesar 0,87 persen, sehingga masih berada di bawah target inflasi 2024. Tingkat inflasi tahun kalender (y-to-d) bulan Agustus 2024 ini lebih rendah jika dibandingkan inflasi tahun kalender bulan Agustus pada tahun-tahun sebelumnya kecuali 2021. Berdasarkan data yang dikantonginya, tingkat inflasi tahun kalender (y-to-d) pada akhir tahun 2023 juga berhasil sesuai target.
“Sementara itu, inflasi tahun ke tahun (year-on-year) Agustus 2024 sebesar 2,12 persen,” tandasnya.***