Pesan Mas Ghoni pada Hari Santri Nasional: Santri Perlu Jadi Teladan di Kehidupan Sehari-hari 

Calon Wakil Bupati Blitar, Abdul Ghoni. (Dok. Pribadi)

Blitar, serayunusantara.com – 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Tidak sedikit yang memaknai momentum HSN, salah satunya Abdul Ghoni, Calon Wakil Bupati (Cawabup) Blitar.

Pria yang akrab disapa Mas Ghoni ini menyampaikan, budaya santri belakangan ini kian memudar. Apalagi ketika makna santri ditarik ke dalam pusaran politik identitas, sehingga menghilangkan makna santri.

Saat ini, kata dia, sebagian orang tiba-tiba muncul dan mengklaim sebagai santri atau bagian dari kaum santri. Hal itu digunakan untuk sekadar mempertegas pengakuan identitas politiknya.

“Yang lebih lucu dari itu, banyak yang menyatakan Sekali santri, ya santri selamanya. Seolah mendefinisikan bahwa identitas santri tak bisa diubah dan lekat dengan beragam perubahan,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Oktober 2024.

Menurutnya, sejumlah orang lupa apabila santri yang sesungguhnya tidak mengakui dirinya santri. Tetapi lebih melaksanakan pelbagai amalan dari sang Kiai. Pergeseran makna ini telah menciptakan paradoks identitas di berbagai kalangan masyarakat.

“Rasa-rasanya kata santri telah menjadi polemik politik yang luar biasa. Menjadikan identitas santri sebagai ambisi politik untuk meraih suara sebanyak-banyaknya,” ujarnya.

Oleh karena itu, agar masyarakat tidak terjebak dalam pola pikir yang keliru, penting bagi generasi muda santri untuk menelaah kembali subkultur makna santri yang sesungguhnya.

Baca Juga: Bupati Blitar Rini Syarifah Hadiri Pelantikan Anggota DPRD Kabupaten Blitar Periode 2024-2029

Mas Ghoni menyebut, guna menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, tentunya makna santri harus kembali diluruskan agar tidak terdistorsi oleh kepentingan politik sesaat.

“Jadi sudah sewajarnya santri menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari mengedepankan amanah sebagai landasan dalam berinteraksi dengan orang lain,” katanya.

Mantan Ketua PKC PMII Jatim 2018 – 2022 ini menjelaskan, saat terjun ke ranah politik, penerapan amanah menjadi suatu hal yang krusial. Pemimpin yang berjiwa santri akan menjadikan amanah sebagai landasan dan tolak ukur dalam setiap pengambilan kebijakan.

Maka, ujar Ghoni, menjunjung tinggi nilai-nilai santri dalam politik dan pemerintahan bukanlah suatu hal yang salah. Justru menekankan untuk menjadi pribadi yang amanah sebagai pondasi kuat dalam relasi antar individu, organisasi dan negara.

“Dengan begitu, penerapan amanah bukan hanya sekadar penguatan identitas santri namun dapat menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera,” tandasnya. (serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *