Sidang Kode Etik Pemilu, Komnas HAM Jadi Saksi Ahli

Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (DKPP) RI yang digelar secara daring dan luring di Ruang Sidang DKPP RI, Jakarta. (Foto: Komnas HAM RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Komnas HAM RI, Komnas HAM memberikan pendapat dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (DKPP) RI.

Sidang untuk Perkara Nomor 214-PKE-DKPP/IX/2024 tersebut digelar secara daring dan luring di Ruang Sidang DKPP RI, Jakarta, Rabu (22/10/2024). Agenda sidang untuk mendengarkan keterangan dari para pihak, baik pengadu, teradu, saksi, maupun pihak terkait, di antaranya Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Komisioner Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan Siti Aminah Tardi, dan Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

“Di dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, setidaknya ada beberapa kelompok yang disebut sebagai kelompok rentan di antaranya perempuan, lanjut usia, penyandang disabilitas dan masyarakat hukum adat,” jelas Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro sebagai saksi ahli.

Perempuan, menurutnya, berada dalam posisi yang rentan atau marjinal baik secara sosial, ekonomi, maupun politik sehingga memerlukan kebijakan afirmasi bagi perempuan. “Jika kita bandingkan aturan afirmasi kepada perempuan sudah lebih kuat dibanding penyandang disabilitas melalui kebijakan 30 persen suara calon legislatif di dalam Undang-Undang Pemilu maupun undang-undang dan peraturan lainnya yang terkait dengannya,” terang Atnike.

Dalam Pasal 28I ayat 4 UUD 1945, hal terkait perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara. Sementara berdasarkan 22 E ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan penyelenggaraan pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Baca Juga: Kemenag Raih Penghargaan Komnas Perempuan dalam Kebijakan Penghapusan Kekerasan Berbasis Gender

Sebagai penyelenggara Pemilu, KPU bertanggung jawab untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi HAM yang diatur dalam aturan 30 persen keterwakilan perempuan. “Pelindungan HAM sebagaimana yang dimaksud dalam tanggung jawab negara merupakan tanggung jawab dari KPU dan juga penyelenggara Pemilu lainnya dan juga lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung untuk menjamin bahwa perempuan aturan tidak dihilangkan haknya untuk dipilih sebagai calon legislatif melalui peraturan kuota 30 persen,” lanjut Atnike.

Sedangkan penegakan HAM berkaitan dengan upaya KPU memastikan ketersediaan 30 persen tersebut untuk memberikan kepastian hukum serta pemenuhan rasa keadilan kelompok perempuan dalam Pemilu.

Pihak pengadu, yakni Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mikewati Vera Tangka, dkk mengadukan Ketua dan Anggota KPU RI, yaitu Mochammad Afifuddin, Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz.

Dalam formulir aduan, para teradu diduga tidak menindaklanjuti Putusan Bawaslu RI Nomor 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 Tanggal 29 November 2023 dan tidak melakukan perbaikan terhadap tata cara, prosedur dan mekanisme sehingga terdapat Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPRD Provinsi Gorontalo di daerah pemilihan (Dapil) 6.

Dalam petitumnya, pihak pengadu memohon untuk mengabulkan pengaduan, serta menyatakan teradu melakukan kode etik berat, menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dan sanksi keras terakhir, serta memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *