Wamen ESDM Yuliot pada acara Peresmian BBM Satu Harga di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. (Foto: Kementerian ESDM RI)
Ternate, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Hilirisasi menjadi salah satu fokus utama dalam pengembangan ekonomi Indonesia, terutama di sektor pertambangan. Hal tersebut sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya hilirisasi dan industrialisasi untuk memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Hilirisasi adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi produk akhir yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Di bidang pertambangan, hal ini dapat diartikan tidak hanya mengekspor mineral dalam bentuk mentah, tetapi juga memprosesnya menjadi barang-barang bernilai tambah, seperti logam olahan dan produk mineral lainnya.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memberikan mandat kepada Kabinet Merah Putih yang Ia pimpin, untuk menjadikannya hal yang wajib bagi Kementerian yang terkait dengan hilirisasi untuk menyukseskan program hilirisasi. Hal tersebut disampaikan Yuliot pada acara Peresmian BBM Satu Harga di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara, Kamis (30/10).
“Manfaat dari hilirisasi ini, kami melihat bahwa Maluku Utara adalah contoh sukses program hilirisasi. Yang tadinya Maluku Utara ekspor bahan mentah dalam bentuk nikel ore, dengan adanya program hilirisasi kita menghasilkan dari nikel itu ada dua komponen, yang pertama itu adalah nikel, yang kedua kobalt,” ujarnya.
Baca Juga: Wamen ESDM: Modernisasi Alat Pemantauan Gunung Api Jadi Prioritas
Dengan melakukan hilirisasi, sambung Yuliot, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada tahun 2023 lalu mencapai 20,49%, yang menjadikan Maluku Utara dengan pertumbuhan perkonomian tertinggi di dunia. Bahkan, pada tahun 2022 pertumbuhan ekonomi Maluku Utara berada pada angka lebih dari 22%.
“Kalau kita lihat aliran investasi hilirisasi untuk Maluku Utara Pada Januari sampai dengan September 2024 ini, aliran investasi yang masuk dalam rangka hilirisasi di Maluku Utara lebih kurang sekitar Rp55 Triliun, karena Nikel dan Kobalt ini diperlukan untuk ekosistem kendaraan listrik,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yuliot menegaskan bahwa pemerintah tidak akan hanya berhenti pada program hilirisasi tahap pertama saja, melainkan akan ada hilirisasi tahap selanjutnya, yakni hilirisasi tahap kedua, ketiga, dan keempat. “Kami dari Kementerian ESDM juga sudah memetakan pohon industri untuk melakukan proses hilirisasi yang lebih dalam lagi hingga tahap keempat. Sehingga nilai tambah yang terjadi lebih besar,” pungkas Yuliot.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara ditopang oleh hilirisasi (industri pengolahan) yang mencapai angka 10,60%, disusul dengan pertambangan sebesar 7,97%. Kemudian diikuti sektor perdagangan sebesar 0,72%, sektor pertanian 0,62%, dan sektor lainnya sebesar 0,57%.***