Tuntut Pencopotan Ketua LMDH, Warga Desa Satak Puncu Kediri Blokir Jalan dan Bawa Foto Presiden

Ratusan warga Desa Satak, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Perhutani Kediri, Senin, 18 November 2024. (Foto: IST)

Kediri, serayunusantara.com – Merasa namanya hanya dimanfaatkan sepihak oleh oknum pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan,(LMDH) Budi Daya, ratusan warga Desa Satak, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Perhutani Kediri, Senin, 18 November 2024

Mereka menuntut Ketua LMDH Budiono Daya, Desa Satak Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri, Eko Cahyono, dicopot dari jabatannya. Massa juga memblokir jalan dan membakar ban di depan kantor Perhutani, Jl Hasanudin Kota Kediri menyebabkan ketegangan saat petugas mencoba memadamkan api.

Warga membawa berbagai poster tuntutan, termasuk foto Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, meminta Presiden mengusut mafia tanah di Desa Satak. Perwakilan warga akhirnya diizinkan masuk untuk menyampaikan aspirasi.

Baca Juga: Meski Kembali Tak Dihadiri Dua Fraksi DPRD Kota Kediri, Pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2025 Dilanjutkan

Koordinator aksi, Nurul Budianto, menuduh Eko Cahyono menyalahgunakan wewenangnya dan meminta uang dari warga untuk lahan garapan yang tidak pernah diberikan. Dari hasil mediasi pihaknya langsung menggelar musyawarah besar.

“Karena Eko Cahyono sudah melakukan pungutan kepada warga dengan iming-iming akan diberikan garapan, namun kenyataannya warga tidak diberikan tanah garapan, dan justru tanah garapan disewakan kepada kepala Desa Satak,” katanya.

Sementara itu Hermawan, Wakil Administratur Perhutani, mengatakan penggarapan lahan akan dihentikan sampai ada kesepakatan antara warga dan LMDH. Karena masih ada sengketa terkait tanah garapan.

“Sedangkan tuntutan agar Eko Cahyono diturunkan dari ketua LMDH, pihaknya tidak bisa bersikap. Karena LMDH punya AD/ART sendiri, yang hanya bisa diturunkan oleh anggota LMDH,” kata Hermawan.

Sebagai informasi, lahan Perhutani yang dikelola LMDH seluas 212 hektar menjadi sumber konflik karena pembagiannya dianggap tidak adil oleh warga. (Hamzah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *