Kemen PPPA Apresiasi Polda Metro Jaya Ungkap Kasus Konten Pornografi Anak

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengapresiasi upaya Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus penjualan konten pornografi anak secara online. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menyampaikan dalam pengungkapan ini sebanyak 689 konten video dan gambar berkaitan dengan anak-anak berhasil diamankan.

“Kami mengapresiasi Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus ini. Langkah ini berdampak signifikan dalam melindungi anak-anak Indonesia dari ancaman kejahatan siber. Pengungkapan 689 konten porno ini berhasil mencegah berlipat gandanya kasus serupa dan menekan ancaman terhadap anak-anak kita,” ujar Nahar, pada Jumat (10/1).

Nahar juga menekankan pentingnya peran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam penanganan kasus ini. Nahar mengingatkan bahwa penyebaran konten pornografi anak dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikologis.

“Kita perlu waspada terhadap bahaya adiksi game online, pornografi, dan penyalahgunaan teknologi informasi lainnya yang dapat merusak otak anak-anak kita. Oleh karena itu, orang tua harus lebih perhatian kepada anak-anak mereka, memberikan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas online dan memberikan pujian kepada anak mereka, daripada pujian diberikan predator di media sosial, lebih baik orang tua hadir memberikan perhatian langsung. Kita harus memastikan anak-anak aman dari bahaya ini karena dampaknya jangka panjang,” kata Nahar.

Nahar menyampaikan tersangka dapat dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (ll dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Pasal 27 ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.

Baca Juga: Wamen PPPA Tinjau Program Makan Bergizi Gratis Bagi Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Balita

Tersangka menurut Nahar juga dapat dikenakan dengan Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi: “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak. Pasal 29 Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”.

Kemen PPPA berkomitmen meningkatkan program pencegahan melalui pelatihan pengasuhan, edukasi masyarakat, dan mendorong masyarakat untuk segera melapor jika menemukan konten pornografi atau mengetahui kasus eksploitasi anak.

“Jika menemukan konten pornografi atau anak yang menjadi korban pornografi, kami minta masyarakat segera melapor polisi terdekat atau bisa juga melapor ke layanan pengaduan SAPA 129. Dengan kerjasama semua pihak, kita bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak kita,”ujar Nahar.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan pelaku berinisial RYS (29) menjual konten-konten negatif tersebut lewat aplikasi Telegram. Dalam aksinya, tersangka menawarkan paket langganan murah kepada konsumennya, yakni mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 15.000 untuk tiga bulan.

“Tersangka menjual konten asusila, termasuk video yang melibatkan anak di bawah umur. Beberapa video yang ditemukan menunjukkan anak-anak di bawah 18 tahun dan penyidik masih mendalami kasus ini lebih lanjut. Tersangka menjual akses ke grup Telegram dengan biaya rendah, yakni Rp10 ribu hingga Rp15 ribu untuk tiga bulan, atau sekitar Rp3.300 hingga Rp5.000 per bulan. Ini sangat memprihatinkan, terutama jika anak-anak menjadi anggota grup tersebut,” ujar Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi.

Baca Juga: Menteri PPPA Tinjau Program Makan Bergizi Gratis di Ciracas Jakarta Timur

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah yang turut hadir juga menegaskan pentingnya pemblokiran konten ilegal dan penindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat, termasuk pemasok utama.

“Ini adalah tantangan besar bagi generasi kita. Rekam jejak ini tidak akan hilang dan akan berdampak pada masa depan anak-anak sebagai calon pemimpin bangsa. Perlu juga rehabilitasi bagi anak-anak korban yang dieksploitasi, langkah pemulihan psikologis sangat penting untuk membantu mereka pulih dari trauma. Kita harus meningkatkan literasi digital ke seluruh lapisan masyarakat, termasuk daerah terpencil, untuk memastikan perlindungan dan pemahaman yang memadai,” ujar Ketua KPAI.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *