Serayunusantara.com — Terkabulnya penangguhan penahanan dalam sebuah kasus hukum sering kali menimbulkan pertanyaan di masyarakat mengenai bagaimana mekanismenya.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangguhan penahanan adalah hak setiap tersangka atau terdakwa untuk tidak berada dalam tahanan fisik selama proses hukum berlangsung, namun tetap berada dalam pengawasan otoritas hukum.
Berikut adalah poin-poin penting mengenai prosedur dan syarat yang perlu diketahui:
1. Dasar Hukum dan Syarat Utama
Sesuai Pasal 31 ayat (1) KUHAP, penangguhan dapat diberikan dengan atau tanpa jaminan. Ada tiga syarat subjektif yang harus diyakini oleh penyidik, jaksa, atau hakim agar permohonan dikabulkan:
Terdakwa tidak akan melarikan diri.
Terdakwa tidak akan menghilangkan barang bukti.
Terdakwa tidak akan mengulangi tindak pidana.
Baca Juga: Menimbang Keadilan, Antara Penegakan Hukum dan Hak Pendidikan Terdakwa Muda
2. Adanya Penjamin
Salah satu faktor penentu dikabulkannya permohonan adalah adanya penjamin. Penjamin bisa berupa:
Orang/Keluarga: Pihak keluarga atau kuasa hukum yang menjamin bahwa terdakwa akan hadir pada setiap tahap persidangan.
Uang: Penyetoran sejumlah uang jaminan ke kas negara melalui pengadilan, yang akan dikembalikan setelah proses hukum selesai.
3. Prosedur Pengajuan
Proses dimulai dengan pengajuan surat permohonan tertulis kepada pejabat yang menahan (Penyidik Polri, Jaksa Penuntut Umum, atau Majelis Hakim).
Dalam surat tersebut, pemohon harus menyertakan alasan yang kuat, seperti kondisi kesehatan, alasan kemanusiaan, atau hak melanjutkan pendidikan sebagaimana yang terjadi pada kasus terdakwa muda di Blitar.
4. Kewajiban Wajib Lapor
Meskipun tidak berada di dalam sel, status terdakwa tetap berada dalam masa penahanan luar. Konsekuensinya, terdakwa wajib melakukan lapor diri secara berkala (biasanya satu atau dua kali seminggu) ke instansi terkait.
Jika terdakwa melanggar aturan ini atau mencoba melarikan diri, maka penangguhan akan dicabut dan terdakwa akan segera dimasukkan kembali ke sel tahanan.
Melalui prosedur ini, sistem hukum memberikan ruang bagi asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) sekaligus memastikan bahwa roda keadilan tetap berputar tanpa harus mengorbankan hak-hak dasar manusia yang bersifat mendesak. (Fis/Serayu)







