Blitar, serayunusantara.com — Jurnalis investigasi sekaligus pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono, memberikan kritik tajam mengenai kondisi kedaulatan pangan di Indonesia dalam acara diskusi buku “Reset Indonesia”.
Agenda yang berlangsung di Pecel Tegal Sengon, Ponggok, Blitar, Selasa (23/12/2025) ini menyoroti bagaimana kebijakan pangan nasional saat ini justru semakin menjauhkan petani dari kemandirian.
Dandhy menegaskan bahwa persoalan pangan di Indonesia bukan sekadar masalah teknis ketersediaan stok di pasar, melainkan masalah struktural terkait penguasaan lahan dan ketergantungan pada korporasi.
Menurutnya, sistem pertanian saat ini memaksa petani untuk terus bergantung pada input industri, mulai dari benih pabrikan hingga pupuk kimia, yang justru membebani biaya produksi dan merusak ekosistem tanah dalam jangka panjang.
Baca Juga: Dandhy Laksono di Blitar: Eksploitasi Energi Pesisir Selatan Mengancam Masa Depan Nelayan
“Masalah pangan kita hari ini adalah hilangnya kedaulatan. Petani kita tidak lagi memegang kendali atas apa yang mereka tanam karena semuanya sudah didikte oleh pasar dan kebijakan yang pro-industri besar,” ungkap Dandhy di hadapan para peserta diskusi.
Ia juga mengkritisi program-program pemerintah seperti food estate yang dianggap lebih menguntungkan modal besar daripada menyejahterakan petani kecil di daerah.
Dandhy mendorong adanya langkah “reset” dengan menguatkan kembali pertanian berbasis komunitas dan kearifan lokal.
Blitar, sebagai wilayah dengan basis agraris yang kuat, diharapkan mampu menjadi pelopor dalam praktik kemandirian pangan dengan mengurangi ketergantungan pada produk-produk luar dan beralih ke pola tanam yang lebih berkelanjutan.
Diskusi ini mengajak generasi muda Blitar untuk lebih peduli terhadap isu agraria, karena kedaulatan pangan merupakan fondasi utama pertahanan sebuah bangsa di masa depan. (Fis/Serayu)







