Program Unggulan Tranformasi SDM Kesehatan Indonesia (Foto: Kemenkes RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenkes RI, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dengan meluncurkan Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP) Senin, (26/6) secara daring melalui YouTube Kementerian Kesehatan.
Peluncuran ILP ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, salah satunya pemenuhan ketersediaan sumber daya manusia kesehatan agar jumlah dan kompetensinya sesuai, sehingga dapat menunjang pelayanan kesehatan yang memadai.
Sekretaris Dirjen Tenaga Kesehatan, Sugianto, menyampaikan bahwa transformasi sistem kesehatan dilaksanakan melalui 6 pilar tranformasi yang terintegrasi satu dengan yang lain. Transformasi SDM kesehatan diharapakan dapat menjamin terpenuhinya SDM kesehatan yang kompeten dan berkeadilan.
Salah satu capaian yang ditargetkan adalah meningkatnya pemenuhan dan pemerataan SDM Kesehatan yang berkualitas dengan indikator persentase puskemas dengan dokter sebesar 100% dan persentase puskesmas yang memiliki SDM Kesehatan sesuai standar sebesar 80%.
Saat ini, berdasarkan data SISDMK, terdapat 415 (3,99%) Puskesmas belum memiliki dokter dan terdapat 4.985 (47,77%) Puskesmas belum memiliki 9 jenis tenaga kesehatan standar secara lengkap.
”Berbagai upaya sudah dilaksanakan untuk mencapai target antara lain melalui rekrutmen PPPK, penugasan khusus tenaga kesehatan bagi puskesmas di daerah terpencil dan sangat terpencil serta pemberian beasiswa untuk pendidikan,” kata Sesditjen Sugianto.
Lebih lanjut, Sesditjen Sugianto menyebut pembukaan PPPK bidang kesehatan secara masif telah dimulai sejak tahun 2022. Saat itu, formasi yang dibuka sebanyak 80.049 dan yang lulus sebanyak 62.663 tenaga kesehatan, namun hanya 13 persen atau 8.396 formasi yang sesuai dengan kebutuhan prioritas di Puskesmas dan RSUD.
Upaya lain adalah dengan melakukan Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan berbasis tim maupun individu untuk ditempatkan di Puskesmas utamanya Puskesmas yang berada di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Program ini merupakan pemenuhan yang sifatnya sementara pada kurun waktu penugasan tertentu untuk memenuhi kekosongan 9 jenis nakes di puskesmas.
”Sejak awal program ini di tahun 2015, Kemenkes telah mendayagunakan sebanyak 21.105 tenaga kesehatan untuk mendukung oelayanan kesehatan di 3.630 Puskesmas di 331 kabupaten/Kota di 35 provinsi,” terangnya.
Melalui upaya tersebut, lanjutnya, kondisi SDM Kesehatan terus membaik dari segi jumlah, kualitas dan penyebarannya. Namun, capaian tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan nakes terutama di wilayah DTPK.
Anna Kurniati, Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan menyampaikan ada tiga tantangan utama pengelolaan SDM Kesehatan di Indonesia yaitu kekurangan jumlah tenaga kesehatan, distribusi tidak merata dan kurangnya pelatihan berbasis kompetensi.
Kementerian Kesehatan bersama stakeholder perlu terus berkolaborasi dalam pemenuhan tenaga Kesehatan. Sebagai gambaran, terkait dengan ketersediaan SDM Kesehatan, paling tinggi celahnya di wilayah Indonesia timur yang mana 63 persen puskesmas di wilayah tersebut dilaporkan kosong.
Dari segi kelengkapan tenaga kesehatan, menurut data SISDMK Kemenkes, puskesmas yang belum lengkap 9 jenis tenaga kesehatan paling banyak di wilayah Jawa Barat. Kemudian dari segi kategori wilayah, Puskesmas yang belum lengkap didominasi di wilayah pedesaan.
Kementerian Kesehatan terus mendorong pemerintah daerah untuk dapat memenuhi kebutuhan SDM Kesehatan di wilayahnya. Untuk rekruitmen PPPK, pemenuhan tenaga keshaatan harus sesuai dengan standar minimal dan formasi yang kosong agar dapat dipenuhi terlebih dahulu.
Terkait dengan penugasan khusus, Kemenkes meminta Pemerintah daerah untuk dapat menjamin keamanan dan keselamatan tenaga kesehatan, memfasilitasi kebutuhan sarana, prasarana dan tempat tinggal, menerbitkan Surat Ijin Praktek (SIP) serta monitoring pelaksanaan penugasan khusus.
”Mengingat penugasan khusus ini sasaran utamanya adalah wilayah terpencil, kami meminta agar pemda memperhatikan keamanan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah tersebut,” tegasnya.
Pemerintah daerah berkomitmen penuh untuk mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat dan memenuhi kebutuhan serta kompetensi tenaga Kesehatan.
Hal ini seperti yang dilakukan oleh Pemda Banyumas yang dalam pemenuhan SDM Kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan melalui perekrutan tenaga CPNS, tenaga kontrak (daerah, BLUD dan BOK), P3K dan intership dokter umum.
”Upaya peningkatan kompetensi dilakukan melalui pelatihan, kerjasama dengan perguruan tinggi dan memberikan kesempatan kepada nakes untuk meningkatkan pendidikan serta penguatan anggaran dan insentif,” kata Achmad Husein, Bupati Banyumas.
Baca Juga: Efektif Tangani Kesehatan Mental, Bupati Yes Apresiasi Yayasan Berkas Bersinar Abdi Lamongan
Komitmen yang sama juga datang dari Pemerintah Kota Bukit Tinggi. Sekretaris Daerah Kota Bukit Tinggi, Martias Marwanto menyampaikan daerahnya berkomitmen kuat dalam memenuhi dan meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia Kesehatan di pelayanan primer.
Bentuk komitmen yang dilakukan diantaranya menyiapkan alokasi anggaran, meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan, pengembangan insentif, peningkatan kesejahteraan tenaga kesehatan serta menjalin kerja sama lintas sektor.
”Kami berharap berbagai upaya yang telah kami lakukan, mendapatkan dukungan untuk meningkatkan kompetensi SDM Kesehatan secara berkelanjutan dan difasilitasi dalam pemenuhan jabatan fungsional tertentu yang belum dapat kami lakukan,” ujarnya.
Dukungan ketersediaan dan kompetensi tenaga kesehatan juga datang dari Kabupaten Banyuwangi dengan mengembangkan pelayanan Mal Pelayanaan Publik (MPP) berbasis digital. Tujuannya untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pada pelayanan kesehatan.
Amir Hidayat, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi menjelaskan MPP digital telah terintegrasi dengan sistem informasi puskesmas dan sistem informasi rumah sakit. Sehingga seluruh data kesehatan telah terpusat dan terorganisir dengan baik. Dengan begitu, Pelayanan kesehatan yang diberikan semakin murah, efektif dan efisien.
”Kalau konvensional hanya 5 hari kerja, dengan digitalisasi harapannya bisa dilakukan 7 hari kerja selama 24 jam, waktunya semakin efisien, biayanya semakin murah dan prosedurnya semakin mudah,” kata Amir.
Amir menegaskan kehadiran MPP digital tidak menghilangkan MPP fisik. Kehadirannya justru memperkuat sistem dan fungsi MPP fisik agar lebih optimal. Pengembangan aplikasi ini dibantu oleh Digital Transformation Office (DTO).
Momen webinar ini menjadi event yang penting untuk mendorong pemerintah daerah dalam pemenuhan tenaga kesehatan sesuai standar untuk mendukung pelaksanaan Integrasi Pelayanan Primer.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan anggaran baik melalui PAD dan BLUD untuk mendukung perekrutan dan insentif tenaga kesehatan dan peningkatan kompetensi SDM dan kader. Dukungan dari stakeholder termasuk dari organisasi profesi juga mempunyai peran yang strategis, dalam aspek teknis dan pembinaan.***