Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. foto: Munchen/nr
Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mempertanyakan langkah pemerintah dalam menghadapi potensi hilangnya jutaan lapangan kerja beberapa tahun ke depan.
“Saat ini negara-negara lain sudah memikirkan dan mempersiapkan langkah untuk menghadapi ancaman tersebut. Bagaimana dengan kita? Semoga pemerintah Indonesia tidak anteng-anteng saja menghadapi realita tersebut,” kata Netty dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (19/7/2023).
Sebelumnya, World Economic Forum (WEF) dalam The Future of Jobs 2023 memprediksi 83 juta pekerjaan akan hilang pada 2027 mendatang. Hal itu karena adanya digitalisasi hingga pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.
“83 juta pekerjaan diprediksi hilang, namun menurut WEF akan ada 69 juta pekerjaan baru yang muncul dengan tuntutan pengetahuan dan keterampilan khusus. Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk mempersiapkannya,” ungkap Politisi Fraksi PKS ini.
Baca Juga: Kuatnya Dorongan Puan Soal Aturan Teknis UU TPKS di Tengah Maraknya Kasus Kekerasan Seksual
Mengutip laporan WEF, Netty mengatakan penurunan pasar tenaga kerja akan lebih besar pada sektor rantai pasok dan transportasi, diikuti sektor media, hiburan, dan olahraga. Gangguan yang lebih kecil akan dialami oleh industri manufaktur, termasuk ritel dan grosir barang konsumer.
“Apakah sistem pendidikan kita sudah link and match dengan hadirnya lapangan pekerjaan baru tersebut yang diprediksi lebih terdigitalisasi? Jangan sampai kita sebagai negara berkembang ketinggalan dalam merespon perkembangan dunia tenaga kerja,” katanya.
Netty juga meminta agar pemerinah memetakan ulang potensi lapangan kerja di luar negeri. “Salah satu kelebihan Indonesia adalah bonus demografi berupa surplus anak muda dan tenaga produktif. Bagaimana langkah pemerintah dalam mengoptimalkan tenga kerja produktif tersebut untuk mengisi kebutuhan-pekerjaan di luar negeri. Tentunya kita ingin tenaga kerja terlatih dan terdidik yang siap dikirim ke luar negeri, bukan sebaliknya,” pungkasnya. (ann/rdn)