Ketua LSM GPI Blitar, Joko Prasetyo. (Foto: IST)
Blitar, serayunusantara.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menyoroti dugaan pungutan liar (pungli) berkedok sumbangan yang terjadi di sejumlah SMA dan SMK Negeri di Blitar Raya.
Tak hanya itu, GPI juga mengecam penggunaan jasa bodyguard oleh kepala sekolah untuk kepentingan tertentu. Jika temuan ini terbukti, GPI memastikan akan membawa kasus tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Ketua LSM GPI, Jaka Prasetya menegaskan, setiap pungutan yang diberlakukan sekolah, baik secara langsung maupun melalui komite, harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2016, sekolah tidak diperbolehkan menarik pungutan dari orang tua siswa kecuali bersifat sukarela dan tidak membebani.
“Jika ada pungutan yang dikemas dalam bentuk sumbangan atau SPP wajib, itu sudah masuk kategori pungli. Sekolah harus transparan dalam pengelolaan dana agar tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat,” ujar Jaka, Rabu (19/2/2025) kemarin.
GPI mengklaim telah menerima sejumlah laporan dari orang tua siswa yang merasa terbebani oleh pungutan tersebut. Jika bukti yang dikumpulkan cukup kuat, pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Pendidikan harus bebas dari praktik korupsi. Jika ada unsur pelanggaran, kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Baca Juga: Terkait Pungutan di Sekolah, Kadisdik Kota Blitar: Diperbolehkan, Ini Aturannya
Selain dugaan pungli, GPI juga menyoroti penggunaan jasa bodyguard di lingkungan sekolah yang dinilai mencerminkan nuansa premanisme.
Menurut Jaka, praktik ini bertentangan dengan prinsip dunia pendidikan yang seharusnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi siswa.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan bebas dari intimidasi. Jika kepala sekolah sampai membutuhkan jasa bodyguard untuk kepentingan tertentu, ini menunjukkan adanya masalah serius dalam sistem pendidikan kita,” katanya.
GPI berencana melaporkan temuan ini kepada Dinas Pendidikan Jawa Timur dan Gubernur Jawa Timur untuk segera dilakukan evaluasi terhadap kepala sekolah yang diduga terlibat.
“Jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang, termasuk dugaan korupsi dalam penggunaan jasa bodyguard, kami akan melaporkannya ke APH agar tindakan tegas dapat diambil terhadap pihak-pihak yang terlibat,” tutup Jaka. (jun)