Blitar, serayunusantara.com — Fenomena “Sound Horeg” atau parade pengeras suara berkekuatan besar kian menjadi tren yang tak terpisahkan dari perayaan hari besar di wilayah Blitar Raya.
Aktivitas ini melibatkan truk-truk besar yang membawa tumpukan subwoofer raksasa yang mampu menghasilkan getaran suara hingga radius ratusan meter.
Bagi sebagian masyarakat, Sound Horeg adalah hiburan rakyat yang ikonik dan kebanggaan lokal, namun di sisi lain, hal ini mulai memicu perdebatan terkait kenyamanan dan dampak lingkungan.
Ketertarikan warga Blitar terhadap Sound Horeg terlihat dari padatnya penonton setiap kali acara ini digelar.
Getaran dentuman musik yang khas dianggap sebagai pemacu adrenalin dan bentuk kreativitas mekanik audio lokal. Namun, kepolisian dan pemerintah daerah kini mulai memperketat aturan main.
Hal ini menyusul adanya laporan mengenai kerusakan bangunan (kaca pecah) hingga gangguan kesehatan bagi lansia dan balita akibat paparan suara yang melebihi ambang batas desibel normal.
Baca Juga: Pemprov Jatim Terbitkan Aturan Pembatasan Sound System, Polda Siap Tegakkan Sanksi
Kapolres Blitar mengimbau agar para komunitas pemilik sound system tetap mematuhi batasan waktu dan rute yang telah ditentukan.
“Kami mendukung kreativitas dan hiburan masyarakat, namun tetap harus ada batasan agar tidak mengganggu ketertiban umum. Izin keramaian akan kami pantau ketat, terutama mengenai batas maksimal kebisingan,” tegasnya.
Kedepannya, diharapkan ada standarisasi khusus agar Sound Horeg tetap bisa eksis sebagai budaya kontemporer Blitar tanpa mengorbankan ketenangan publik. (Fis/Serayu)







