Blitar, serayunusantara.com – Pendakwah muda Gus Elham Yahya Luqman akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara terbuka setelah video lawas dirinya mencium sejumlah anak perempuan kembali beredar dan memicu kritik dari berbagai pihak.
Dalam video yang tersebar luas di media sosial, terlihat Gus Elham mencium beberapa anak perempuan saat sebuah pengajian berlangsung.
Salah satu momen memperlihatkan dirinya bertanya kepada seorang anak, “boleh dicium lagi?”, yang dijawab “boleh”, disertai tawa sejumlah jemaah. Aksi tersebut dianggap publik sebagai perilaku yang tidak pantas, terlebih dilakukan oleh figur keagamaan.
Menanggapi ramainya sorotan, Gus Elham merilis video klarifikasi yang diunggah melalui akun Instagramnya. Ia menyatakan permohonan maaf atas kegaduhan yang muncul.
Baca Juga: Maftahul Uluum Jatinom, Pesantren Tua Blitar yang Jadi Penjaga Tradisi dan Sejarah Perjuangan Kiai
“Saya Muhammad Elham Yahya Al-Maliki memohon maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat atas beredarnya video yang menimbulkan keresahan. Saya mengakui itu adalah kekhilafan saya pribadi dan saya berkomitmen memperbaiki diri agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa rekaman tersebut merupakan dokumentasi lama dan telah dihapus dari seluruh kanal resminya. Menurutnya, anak-anak yang berada dalam video tersebut saat itu didampingi oleh orang tua masing-masing.
Tanggapan keras datang dari berbagai lembaga. MUI menilai tindakan tersebut tidak layak dilakukan oleh siapapun, terlebih oleh pendakwah yang menjadi panutan umat.
PBNU juga mengingatkan bahwa perilaku seorang tokoh agama harus mencerminkan akhlak dan memberikan rasa aman bagi anak-anak.
Pihak keluarga turut angkat bicara. Saudara kandung Gus Elham menyampaikan bahwa keluarga sudah memberikan teguran sebelumnya dan berharap kejadian ini menjadi momentum introspeksi.
Sementara itu, Kementerian Agama melalui Wakil Menteri Agama menyebut bahwa perbuatan tersebut tidak pantas dan menegaskan lembaga keagamaan harus berkomitmen menciptakan lingkungan yang ramah anak.
Kasus ini menimbulkan kembali diskusi publik mengenai batasan interaksi fisik terhadap anak di ruang-ruang keagamaan serta pentingnya keteladanan dari tokoh yang memiliki pengaruh di masyarakat. (Serayu)







