Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana pada acara ASEAN Solar Summit 2023 di Jakarta, Selasa (25/7). (Foto: Kementerian ESDM RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Potensi energi surya yang menjajikan, perkembangan inovasi teknologi serta biaya yang semakin ekonomis bakal dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk membangun industri panel surya terintegrasi. Proyek pengembangan energi surya ini diperkirakan akan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil energi surya terbesar di kawasan Asia Tenggara.
“Akan ada pengumuman besar soal peluncuran industri panel surya terintegrasi yang akan disampaikan oleh Presiden akhir bulan (Juli) ini atau awal bulan depan (Agustus). Indonesia mungkin akan jadi yang terbesar di kawasan yang memiliki industri tenaga surya terintegrasi di kawasan ini untuk mendukung 23 persen EBT dan net zero emission,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana pada acara ASEAN Solar Summit 2023 di Jakarta, Selasa (25/7).
Pemerintah, jelas Dadan, telah menggandeng sejumlah negara ASEAN sebagai mitra strategis untuk mewujudkan industri panel surya terintegrasi. “Ini akan membantu pencapaian target 23% energi baru terbarukan dan net zero emission. Ini juga akan membantu kawasan untuk mencapai target tersebut,” lanjutnya.
Dadan menyampaikan terkait peluang rencana kerja sama untuk membangun industri panel surya terintegrasi ini, termasuk mitra investor maupun lokasi pembangunan proyek. “Sekarang kita sudah mengamankan partner, tapi saya tidak akan mengumumkan siapa. Diskusi sudah sangat intens. Kita sudah berkunjung ke sana. Mereka sudah kunjungan ke sini, sudah ada lokasi yang dipilih. Tapi nanti presiden yang akan umumkan,” ungkap Dadan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tetapkan Spesifikasi Produk BBM Baru Campuran Bioetanol
Menyoal skalanya proyek ini, Dadan menyampaikan, proyek tersebut memiliki skala yang cukup besar di atas 10 gigawatt (GW). “Skalanya seperti apa? Kalau yang kita pahami, ini besar di atas 10 gigawatt, bahkan di atas itu. Jadi industri ini sangat besar, berasal dari (negara) produsen yang memiliki kontribusi market share yang signifikan di dunia produksi panel surya ini,” katanya.
Percepat Transisi Energi
Dadan menegaskan tenaga surya memiliki peran yang strategis dalam mengakselerasi upaya transisi energi khususnya di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). “Indonesia melihat surya ini menjadi sumber energi terbarukan yang strategis. Kami ingin melihat energi terbarukan lainnya bisa menyediakan kontribusi yang cukup besar bagi bauran energi kita. Indonesia sudah siap,” tegasnya.
Pemerintah sendiri terus berkoordinasi dengan banyak pemangku kepentingan untuk menjadikan ASEAN sebagai hub penting di bidang transisi energi, paling tidak di kawasan Asia, khususnya dengan pengembangan energi surya.
Dadan mengatakan sebagai negara tropis, Indonesia tidak memiliki isu soal sumber energi matahari. “Indonesia dan Singapura itu berbagi sumber yang serupa dalam hal sinar matahari. Bedanya, kita punya 2 juta kilometer persegi, sementara Singapura punya 700 kilometer persegi,” katanya.
Baca Juga: Buka IPA Convex, Menteri Arifin Uraikan Upaya Subsektor Migas Dukung Transisi Energi
Dadan mengatakan ASEAN juga punya target porsi energi baru terbarukan (EBT) pada bauran energi sebesar 23 persen sesuai ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC). “Ini target bersama, jadi saat ini target kita memberikan kontribusi,” ungkapnya.
Dadan menambahkan pasar tenaga surya di kawasan ASEAN juga tercatat cukup besar seiring dengan banyaknya negara-negara di kawasan ini yang telah memproduksi rantai pasok tenaga surya.
Dari total 73 gigawatt kapasitas manufaktur listrik tenaga surya di ASEAN, saat ini separuhnya dipasok oleh ASEAN. “Indonesia juga berusaha memberikan kontribusi yang baik khususnya dalam penyediaan energi berkelanjutan, sehingga isu strategis surya ini bisa dipandang dalam peran Indonesia sebagai Ketua ASEAN,” pungkasnya.***