(Foto: Kementerian ESDM RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, setelah diguncang gempa dengan maginitudo 6 SR (Skala Richter) pada tanggal 8 Juni 2023, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali diguncang gempa merusak yang kekuatan yang nyaris sama yakni 6,4 SR. Gempa di kedalaman 25 Km ini menurut informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berpusat di Samudera Hindia pada koordinat 110,08 BT dan 8,63 LS, berjarak sekitar 87,1 km barat daya – selatan Kota Bantul, Provinsi DIY.
“BMKG melaporkan, telah terjadi gempa bumi terjadi pada hari Jumat, tanggal 30 Juni 2023, pukul 19:57:43 WIB. Lokasi pusat gempa bumi terletak di Samudera Hindia pada koordinat 110,08 BT dan 8,63 LS, berjarak sekitar 87,1 km barat daya – selatan Kota Bantul, Provinsi DIY, dengan magnitudo (M6,4) pada kedalaman 25 km. Menurut informasi dari The United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat, lokasi pusat gempa bumi terletak pada koordinat 109,041 BT dan 8,674 LS dengan magnitudo (M5,8) pada kedalaman 85,7 km,” demikian disampaikan Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sugeng Mujiyanto di Jakarta, Jumat (30/7).
Sugeng mengungkapkan, lokasi terdekat dengan pusat gempa bumi adalah daerah selatan Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Morfologi daerah tersebut pada umumnya merupakan dataran, dataran bergelombang, dan perbukitan bergelombang hingga terjal pada bagian utara. Wilayah pantai daerah tersebut secara umum tersusun oleh tanah sedang (kelas D) dan tanah lunak (kelas E).
Daerah tersebut, lanjut Sugeng, pada umumnya tersusun oleh endapan Kuarter berupa endapan aluvial pantai, aluvial sungai, dan batuan rombakan gunungapi muda, serta batuan berumur Tersier berupa batuan sedimen (batupasir, batulempung, batulanau, batugamping). Sebagian batuan berumur Tersier dan batuan rombakan gunungapi muda tersebut telah mengalami pelapukan.
Baca Juga: Percepat Upaya Transisi Energi, Kementerian ESDM Dukung Inisiatif Pembiayaan Inovatif
“Endapan Kuarter dan batuan berumur Tersier yang telah mengalami pelapukan pada umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi. Selain itu pada morfologi perbukitan yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan akan berpotensi terjadi gerakan tanah apabila dipicu guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi,”ungkap Sugeng.
Sugeng memperkirakan berdasarkan posisi lokasi pusat gempa bumi dan kedalaman, maka kejadian gempa bumi tersebut diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona prismatik akresi yang terletak pada bagian atas megathrust. Sesar aktif pada zona ini pada umumnya merupakan sesar naik.
Sementara itu Pusdalops BPBD Provinsi DIY menginformasikan bahwa kejadian gempa bumi ini telah mengakibatkan terjadinya bencana berupa kerusakan bangunan di Kecamatan Kasihan, Bantul dan Pleret, Kabupaten Bantul serta kecamatan Semanu Kabupaten Gunungkidul. Guncangan gempa bumi di daerah selatan Bantul dan Kulon Progo diperkirakan terasa pada skala intensitas IV-V MMI (Modified Mercally Intensity), di Kota Yogyakarta dan sleman terasa pada skala III-IV MMI.
Berdasarkan data Badan Geologi, sebaran permukiman penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi sebagian besar terletak pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) gempa bumi menengah hingga tinggi. Kejadian gempa bumi ini tidak menyebabkan tsunami meskipun lokasi pusat gempa bumi terletak di laut, namun diperkirakan tidak mengakibatkan terjadinya deformasi bawah laut yang dapat memicu terjadinya tsunami. Menurut data Badan Geologi wilayah pantai selatan Provinsi DIY dan Jawa Tengah tergolong rawan tsunami dengan potensi tinggi tsunami di garis pantai lebih dari 3 m.
Baca Juga: 127 Pejabat Fungsional di Lingkungan Kementerian ESDM Dilantik
Selanjutnya, Sugeng menghimbau agar masyarakat tetap tenang, mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat, dan tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan. “Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami,” ujar Sugeng.
Badan Geologi merekomendasikan, bangunan di daerah selatan Provinsi DIY dan Jawa Tengah harus dibangun menggunakan konstruksi bangunan tahan gempa bumi guna menghindari risiko kerusakan karena wilayah bagian selatan Provinsi DIY dan Jawa Tengah tergolong rawan gempa bumi dan tsunami, maka harus lebih ditingkatkan upaya mitigasi melalui mitigasi struktural dan non struktural.
“Kejadian gempa bumi ini diperkirakan tidak berpotensi mengakibatkan terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) yaitu, retakan tanah, penurunan tanah, gerakan tanah dan likuefaksi,” tutup Sugeng.***