Event FOKUS BBT 2023 (Foto: Kemenperin RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenperin RI, Kementerian Perindustrian terus memacu kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Oleh karena itu perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan terkait agar performa industri TPT semakin gemilang, terlebih lagi sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor yang menjadi penopang perekonomian nasional.
Pentingnya kerja sama membangun ekosistem yang saling menguatkan setiap sektor industri dari hulu hingga hilir, dijawab dengan berkumpulnya 150 perwakilan stakeholder industri TPT dalam event FOKUS BBT 2023 beberapa waktu lalu, dengan tujuan untuk membahas tren, tantangan dan peluang global bagi industri TPT nasional.
“Terdapat beberapa isu yang diangkat dalam forum tersebut, antara lain indikator penguatan daya saing industri TPT nasional yakni penguasaan teknologi material tekstil maju yang menjadi bahan baku tekstil yang nonkonvensional,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi di Jakarta, Jumat (27/10).
Menurut Andi, fungsi dan karakter khusus produk tekstil yang dikembangkan dari material maju sangat spesifik untuk kebutuhan tertentu seperti infrastruktur jalan raya, arsitektur, otomotif, maupun untuk smart apparel.
Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri TPT akan mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen tekstil fungsional dan smart apparel dunia. “Salah satu wujud kemandirian industri TPT adalah kemampuan pengembangan material tekstil maju dan percepatan pemenuhan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) melalui substitusi impor bahan baku dan bahan penolong,” paparnya.
Baca Juga: Partisipasi di TEI 2023, Kemenperin Fasilitasi 46 IKM Perluas Akses Pasar Ekspor
Lebih lanjut, pengembangan material tekstil maju berbasis serat sintetik yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, teknokrat maupun akademisi perlu dioptimalkan agar dapat diimplementasikan oleh praktisi industri. “Salah satu unit satuan kerja BSKJI di Bandung, yakni BBSPJI Tekstil memiliki fasilitas testbed pengolahan material maju. Tentunya teknologi canggih ini dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan,” imbuhnya.
Selain itu, isu yang menarik dibahas dalam FOKUS BBT 2023, yakni agenda ekonomi sirkular yang menjadi kesepakatan bersama negara-negara di dunia karena muncul dari tantangan global berupa resiko pemanasan global dan kerusakan lingkungan dari kegiatan manufaktur, salah satunya industri TPT. “Industri TPT berkelanjutan adalah industri yang mampu mengimplementasikan model bisnis yang mengkolaborasikan pencapaian dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan secara harmonis. Implementasi model bisnis berkelanjutan di industri TPT merupakan amanat perundang-undangan, mengacu pada kebijakan penerapan prinsip-prinsip industri hijau,” ungkap Andi.
Oleh karenanya, kebijakan industri hijau di industri TPT saat ini diimplementasikan melalui terbitnya Standar Industri Hijau untuk Industri Tekstil Penyempurnaan Kain dan Pencetakan Kain, dan Industri Tekstil Pertenunan yang Menggunakan Alat Tenun Mesin. “Kami mengapresiasi serta terus mendukung industri TPT yang telah memulai inisiasi dalam implementasi program ini,” tandasnya.
Tidak hanya standar industri hijau, Kemenperin juga sedang menyusun Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pemberlakuan Spesifikasi Teknis (ST) Pakaian Jadi secara wajib yang mengacu pada empat parameter dalam SNI 8101:201, mencakup ketahanan selip benang, kekuatan jahit sambung rajutan , nilai pH, dan sifat nyala api.
“Pemberlakuan wajib berlaku terhadap barang dan/atau jasa Industri hasil produksi dalam negeri dan/atau impor yang dipasarkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau jasa Industri yang proses kegiatannya dilakukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkap Sri Bimo Pratomo, Kepala Pusat Perumusan, Penerapan, dan Pemberlakuan Standardisasi Industri.
Baca Juga: Hadir di Forum BCWG, Kemenperin Dorong Peran Industri Keramik Hingga Semen
Isu berikutnya adalah mengenai perubahan paradigma dalam ekosistem halal, khususnya dalam barang gunaan, juga telah membuka wacana di kalangan stakeholder industri TPT. “Percepatan kesiapan industri harus dimulai dari penelusuran pada sektor hulu hingga hilir. Pentingnya kolaborasi dan pembangunan ekosistem rantai pasok yang tertelusur dan tidak terkontaminasi dengan zat yang tidak halal, agar terjadi kemudahan pelaku usaha dalam mengajukan sertifikasi halal barang gunaan,” tambah Andi.
Sementara itu, Kepala BBSPJI Tekstil, Cahyadi mengatakan, industri penghasil produk barang gunaan dapat dengan mudah mengakses bahan baku kain yang telah tertelusur dan tidak mengandung bahan hewani. Produsen kain perlu memahami titik kritis halal pada proses produksi selembar kain.
“Kerja sama lintas stakeholder sangat penting untuk membangun sebuah ekosistem rantai pasok yang utuh. Dalam hal ini, kami BBSPJI Tekstil juga ingin menjadi bagian dari ekosistem tersebut, memberikan berbagai layanan jasa industri berbasis solusi bagi industri TPT Nasional,” ujarnya.
Hal ini diperkuat dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kepala BBSPJI Tekstil dengan Korea Institute of Industrial Technology (KITECH) Korea Selatan dan beberapa stakeholder TPT lainnya. Selain itu, dilakukan rangkaian kegiatan fashion show, talkshow, penyerahan sertifikat SPPT SNI Wajib, Sertifikat Industri Hijau, serta penghargaan pelanggan BBSPJI Tekstil.***