Jakarta, serayunusantara.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menetapkan Pagu Transfer ke Daerah tahun 2023 mencapai Rp814,7 triliun dengan besaran dana desa Rp 70 triliun. Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad mempertanyakan dampak alokasi Dana Desa tersebut, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Diketahui, provinsi tersebut memiliki 8.576 desa dan menjadi provinsi yang memiliki paling banyak desa di Indonesia.
“Saya secara spesifik tadi ingin mendapatkan penjelasan tentang dampak alokasi dana desa. Dari 8.000 lebih desa yang ada di Jawa Timur, kita ingin mengetahui berapa banyak desa yang Kategori Tertinggal kemudian naik menjadi Kategori Berkembang, dan dari Kategori Berkembang naik menjadi Kategori Mandiri,” ujar Kamrussamad kepada Parlementaria usai pertemuan dalam rangka Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspik) Komisi XI dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur II, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (30/3/2023).
Di sisi lain, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini juga meminta penjelasan terkait alokasi dana desa menurut fokus penggunaannya. “Berapa banyak Alokasi Dana Desa yang diperuntukkan terhadap fokus program utama selain BLT untuk kemiskinan ekstrem? Juga kami mau mengetahui berapa banyak desa yang sudah memiliki BUMDes dan alokasi penyertaan modal daripada dana desa,” tanyanya.
Baca Juga: Anggota DPR RI, Jon Erizal Dukung Langkah Pemerintah Larang Impor Baju Bekas
Diketahui, dari paparan Ditjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman disampaikan bahwa fokus penggunaan dana desa, antara lain untuk Program Perlinsos dalam bentuk BLT Desa untuk kemiskinan ekstrem, Program ketahanan pangan dan hewani, Dana operasional pemerintah desa, Program penanganan stunting, dan Penyertaan modal kepada BUMDes.
“Itu yang kami ingin minta penjelasan dari Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah. Sehingga TKDD (Transfer ke Daerah Dana Desa) kita Rp814,7 triliun tahun ini di seluruh Indonesia dan di dalamnya ada Rp 70 triliun dana desa betul-betul bisa kita ukur, KPI-nya, indikator kinerja atau dampak daripada kebijakan fiskal yang kita alokasikan tahun ini untuk mengurangi kemiskinan termasuk untuk mengurangi stunting dan juga menciptakan lapangan kerja,” tambah Legislator Dapil DKI Jakarta III itu.
Kepada jajaran Kementerian Keuangan, Kamrussamad menyarankan agar Jawa Timur dapat memiliki desa percontohan dalam lingkup penggunaan dana desa. Hal ini bisa dilakukan dengan melihat hasil implementasi dan dampak dana desa yang ada. Menurutnya, Jatim bisa menjadi tolok ukur provinsi lain dalam pemanfaatan dana desa. Sehingga, nantinya dapat mengoptimalisasi TKD yang telah ditetapkan.
“Ini loh Pak hasilnya, alokasi dana desa yang masuk ke Jawa timur. Sehingga, Jawa Timur bisa menjadi benchmark untuk provinsi lain. Mengapa Jawa Timur? Karena relatif infrastrukturnya bisa dijangkau untuk monitoring, supervisi dan seterusnya. Sehingga, Jatim bisa menjadi provinsi yang di dalamnya ada desa percontohan Dirjen Perimbangan. Ini yang saya ingin usulkan kepada Bapak. Sehingga optimalisasi 814,7 TKD kita tahun ini betul-betul bisa kita dorong spending better,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKASP) DPR RI ini menekankan pentingnya dana desa di masyarakat. Ia mencontohkan capaian Jatim yang kini tak memiliki desa dengan status tertinggal dan sangat tertinggal. Menurutnya hal ini bisa dicapai dengan adanya stimulan dari dana desa.
“Dana Desa ini sangatlah penting, karena terbukti di Provinsi Jawa Timur sekarang ini tidak ada lagi Desa Tertinggal dan juga tidak ada lagi Desa Sangat Tertinggal. Ini yang kita syukuri karena adanya stimulan kebijakan fiskal melalui Dana Desa. Nah, tinggal bagaimana optimalisasi penggunaan dana desa betul-betul bisa menjadi faktor pendorong, pemacu, percepatan pertumbuhan ekonomi Desa. Itu yang kita harapkan,” tuturnya.
Dalam paparan yang diberikan oleh DJPK disebutkan realisasi Dana Desa di wilayah Jawa Timur terus meningkat dari Rp4.95 triliun di tahun 2016 dan mencapai Rp7,75 triliun pada tahun 2022. Sedangkan berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) pada tahun 2022 sudah tidak ada Desa Tertinggal dan Sangat Tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Hal ini menurun signifikan dibandingkan dengan status desa tahun 2018. (uc/rdn)