Blitar, serayunusantara.com — Kerupuk, panganan renyah yang terbuat dari adonan tepung tapioka dan bumbu, telah lama memegang takhta sebagai pendamping wajib hampir setiap hidangan di Blitar, dari pecel hingga rawon.
Meskipun sederhana, kerupuk membuktikan dirinya sebagai elemen kuliner yang tak lekang oleh waktu dan generasi.
Kehadiran kerupuk tidak hanya sebatas pelengkap rasa.
Teksturnya yang garing dan renyah memberikan kontras yang sempurna terhadap hidangan utama yang berkuah atau lembut, menciptakan sensasi makan yang lebih kaya dan memuaskan.
Di Blitar, ragam kerupuk yang diminati sangat beragam, mulai dari kerupuk udang yang gurih, kerupuk puli (beras), hingga kerupuk melarat (kerupuk pasir) yang digoreng tanpa minyak.
Baca Juga: Pelengkap Wajib Kuliner Blitar: Tusuk Gigi, Alat Kecil dengan Peran Besar
Salah seorang pemilik warung makan legendaris di Blitar, Ibu Aminah (55), menyebut kerupuk sebagai kunci kepuasan pelanggan.
“Tidak lengkap rasanya kalau makan tanpa bunyi kriuk-kriuk. Kami menyediakan berbagai jenis kerupuk, dan yang paling cepat habis ya kerupuk udang atau kerupuk gendar. Itu sudah jadi tradisi,” ujarnya.
Seiring perkembangan pasar, industri kerupuk rumahan di Blitar terus berinovasi.
Beberapa produsen mulai memperkenalkan varian rasa baru, seperti kerupuk bawang pedas atau kerupuk sayur, untuk menyasar pasar anak muda.
Inovasi ini dilakukan tanpa menghilangkan kualitas rasa otentik yang telah diwariskan turun-temurun.
Kerupuk bukan hanya camilan, melainkan simbol budaya makan orang Indonesia yang menghargai tekstur dan kesederhanaan.
Di Blitar, kerupuk tetap menjadi pilihan utama masyarakat, memperkuat posisinya sebagai raja pendamping santapan yang tak pernah tergantikan di meja makan. (Fis/Serayu)







