Ketidakharmonisan Eksekutif dan Legislatif di Blitar, GPI Gelar Aksi: Rakyat Jadi Korban Mandeknya Pembangunan

Blitar, serayunusantara.com – Carut marutnya hubungan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Blitar kembali memantik gelombang protes masyarakat.

Sejumlah massa yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Blitar, Senin, 25 Agustus 2025.

Dalam orasinya, Ketua GPI Jaka Prasetya menuding DPRD dan Pemkab Blitar gagal menjaga sinergi sehingga berdampak langsung pada mandeknya pembangunan.

Ia menyoroti rendahnya penyerapan anggaran serta belum disetujuinya Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025 yang membuat rakyat tak bisa merasakan manfaat pajak yang mereka bayarkan.

“Hal ini mengakibatkan rakyat tidak bisa menikmati hasil pembangunan yang berasal dari uang pajak masyarakat,” tegas Jaka.

Baca Juga: LSM GPI Desak Pemkot Blitar Cabut Perwali 69/2022, Ancam Gelar Aksi Massa

GPI menuntut anggota DPRD yang menolak pembahasan PAK segera mengundurkan diri karena dinilai menghambat pembangunan.

“Lebih baik mundur saja apabila hanya membuat rakyat sengsara,” imbuh Jaka.

Tak hanya legislatif, massa aksi juga mendesak Bupati Blitar Rijanto bertanggung jawab atas lambannya mutasi jabatan serta reformasi birokrasi di tubuh Pemkab. Kondisi ini dianggap membuat Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja tidak maksimal karena harus menunggu janji mutasi yang tak kunjung terwujud.

Baca Juga: Dugaan Pungli dan Sewa Bodyguard di SMA/SMK Negeri Blitar, GPI Ancam Laporkan ke APH

Jaka bahkan mengingatkan, keterlambatan mutasi bisa memicu kerawanan baru berupa potensi tindak pidana korupsi. Menurutnya, pejabat yang baru dimutasi akan dihadapkan pada waktu penyerapan anggaran yang sempit, sehingga rawan menimbulkan konflik administrasi dan laporan pertanggungjawaban bermasalah.

“Jangan mau dijerumuskan. Lebih baik menolak jabatan baru daripada nantinya masuk penjara. Kondisi ini rawan sekali korupsi karena waktu penyerapan anggaran sangat mepet,” ujarnya.

Meski gelombang kritik terus menguat, Bupati Rijanto sebelumnya membantah adanya ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif. Ia mengklaim komunikasi serta kerja sama dengan DPRD berjalan normal.

“Selama ini nyaman. Pembahasan program APBD lancar sesuai aturan,” ungkapnya.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Rapat paripurna penandatanganan nota kesepakatan KUA-PPAS 2026 dan perubahan KUA-PPAS 2025 yang seharusnya digelar pekan lalu, terpaksa ditunda dua kali karena tidak memenuhi kuorum.

Situasi ini semakin memperkuat dugaan publik bahwa ada tarik ulur kepentingan antara legislatif dan eksekutif.

Baca Juga: LSM GPI: Pungutan Tambang Legal, Pemkab Bisa Digugat

Masyarakat menilai ketegangan antara dua lembaga penyelenggara pemerintahan ini hanya memperlihatkan ego sektoral dan mengorbankan kepentingan rakyat. Mandeknya pembangunan menjadi bukti bahwa konflik politik telah merugikan publik secara nyata.

Dengan aksi yang digelar hari ini, GPI menegaskan bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan. Mereka mendesak DPRD dan Pemkab segera menyelesaikan perbedaan dan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan politik. (Serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed