Makkah, serayunusantara.com — Melansir dari laman Kemenag RI, Komisi Nasional Disabilitas (KND) mengapresiasi program Haji Ramah Lansia dan Disabilitas. KND menilai program yang digulirkan sejak 2023 ini semakin baik dan keren.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Disabilitas RI (KND), Deka Kurniawan, saat berkunjung ke Kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah di Syisah – Makkah, Rabu (12/6/2024). Kunjungan Deka Kurniawan diterima Direktur Bina Haji Kementerian Agama, Arsad Hidayat. Ikut mendampingi, Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Mekkah, Khalilurrahman,
Deka Kurniawan mengatakan, kunjungan dirinya dalam rangka Pemantauan Haji 2024 sesuai mandat peraturan perundang-undangan, baik tentang Penyelenggaraan Haji maupun tentang Penyandang Disablitas.
Dijelaskan Deka, skema murur dan juga Safari Wukuf, dalam kaca mata undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, merupakan penerapan dari Akomodasi yang Layak, yang merupakan salah satu hak Penyandang Disabilitas yang harus dipenuhi.
“Spirit memberikan kemudahan yang diberikan dalam fiqih haji tersebut memang sesuai dengan ketentuan undang-undang Disabilitas,” jelas Deka.
Baca Juga: Cek Kesiapan Armuzna, Menag: Banyak Perubahan, Semoga Bantu Kekhusyukan Jemaah Beribadah
Direktur Bina Haji Arsad Hidayat sebelumnya menjelaskan bahwa tahun ini Kementerian Agama telah melakukan berbagai upaya peningkatan dan terobosan dalam pelayanan, perlindungan, dan pemenuhan hak jamaah haji Lansia dan Disabilitas. Sejak dari Tanah Air, baik di Embarkasi dan Bandara, sampai saat penerbangan, jemaah haji lansia dan disabilitas mendapatkan perhatian dan prioritas utama.
Begitu pula saat tiba di Tanah Suci, kata Arsad, para Petugas Haji Indonesia yang sudah dilatih, dengan sigap memberikan pelayanan, baik dalam urusan transportasi, akomodasi, termasuk fasilitas ibadah.
“Namun, upaya Kemeterian Agama yang paling penting adalah penyelenggaraan skema murur bagi para jemaah haji Lansia dan Disabilitas, termasuk jamaah yang sakit dan memiliki resiko tinggi (risti), berikut para pendampingnya,” sebutnya.
Skema layanan tersebut memungkinkan mereka yang menghadapi kondisi sulit (udzur) untuk melaksanakan salah satu wajib haji, Mabit di Muzdalifah, tanpa harus turun dari bis, namun hanya berhenti sejenak dan melanjutkan perjalanan ke Mina. Skema ini melengkapi program Safari Wukuf yang memang sudah dilaksanakan sejak lama, demi memfasilitasi jamaah yang mengalami sakit berat dan kondisi sulit lainnya agar bisa tetap sah dan sempurna menuaikan hajinya.
“Kami sudah duduk bersama dengan MUI dan semua Ormas Islam dan sepakat menetapkan bahwa secara hukum fiqih skema murur ini sah,” ujar Arsad.
Baca Juga: Bahas Kemudahan Berhaji, Menag Hadiri Mukhtamar Perhajian 2024
Pantauan Lapangan
Selama di Tanah Suci, Deka melakukan pemantauan langsung terkait layanan terhadap lansia dan disabilita. Deka mengaku dirinya mendapati kesesuian antara program yang diterapkan Kemenag dengan kondisi yang terjadi di lapangan.
Ketika mengunjungi Aura, seorang penyandang disabilitas netra di pemondokannya, Hotel No. 320, Sektor 3 (Romance House), Deka mendengar pengakuan bahwa jamaah yang sempat viral di media itu merasakan banyak perhatian, kemudahan, pelayanan serta prioritas yang baik dari Kemenag.
“Alhamdulillah, dari sejak berangkat sampai di pemondokan ini saya selalu mendapat perhatian lebih. Bahkan saya nggak menyangka, di pesawat pun diberikan kursi kelas bisnis,” papar Aura sumringah.
Sementara itu, ketika diajak keliling Makkah oleh tim Sektor 3, Deka menyaksikan saat petugas haji yang tengah mendampinginya langsung bergerak cepat begitu mendapatkan info ada jemaah penyandang disabilitas mental (demensia) yang membutuhkan pelayanan khusus dan membutuhkan penanganan.
“Walaupun sampai kurang tidur, kami senang melayani mereka, karena mungkin di sinilah kelebihan pahala kami,” ujar petugas bernama Milda ini.
Baca Juga: Amirul Hajj 1445 H, Menag Yaqut Bertolak ke Saudi
Meski sudah berjalan baik, Deka melihat ada sejumlah tantangan yang perlu mendapat perhatian serius untuk perbaikan penyelenggaraan haji tahun depan. Tantangan paling utama adalah belum adanya kebijakan dan program khusus dalam pendataan jamaah haji disabilitas. Begitu juga dalam penguatan dan pengutuhan perspektif disabilitas.
Menurutnya, ada beragam disabilitas lain yang belum terakomodir dalam konsep dan sistem pelayanan Kemenag. Contohnya, layanan bagi penyandang disabilitas tuli. “Tapi memang kami maklum. Makanya kami siap memberi pendampingan kepada Kemenag,” tutur komisioner KND yang tahun 2023 juga melakukan pemantauan haji ini.
Di samping itu, masih banyak titik-titik utama penyelenggaran haji yang belum ramah disabilitas. Farhan, seorang penyandang disabilitas netra yang ditemui Deka di Hotel Tara Sidqi, mengakui hal itu. “Baik di Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram, saya belum menemukan ada guiding block. Saya belum tahu kalau di Mina dan Arafah ya,” ujar jamaah yang berhaji lewat Haji Khusus ini.
Hal tersebut diakui oleh Slamet, Kabid Layanan Lansia dan Disabilitas. “Memang ada ranah yang belum bisa kami intervensi, yakni yang terkait dengan kebijakan Kerajaan Saudi sendiri,” jelas petugas yang mengurus Safari Wukuf ini.
Namun dalam pandangan Deka, semua upaya yang sudah dilakukan oleh Kemenang patut diapresiasi. “Luar biasa, pelayanan haji ramah Lansia dan Disabilitas tahun ini makin keren,” tandasnya.***