Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, di Jakarta, Jumat (26/4). (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Pemerintah telah mengesahkan salah satu peraturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) pada 22 April 2024. Peraturan ini memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
“Kami bersyukur salah satu peraturan turunan yang dimandatkan oleh UU TPKS terkait UPTD PPA telah diundangkan untuk nantinya dapat diimplementasikan di daerah. Perpres ini dapat menguatkan kelembagaan dalam rangka penanganan korban kekerasan—khususnya kekerasan seksual—terutama perempuan dan anak. Harapannya pelayanan UPTD PPA semakin mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban yang responsif dan berkeadilan,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, di Jakarta, Jumat (26/4).
Menurut Menteri PPPA, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 akan meneguhkan UPTD PPA dengan tata kelola baru melalui kedudukan dan tugas dalam menyelenggarakan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban, keluarga korban, dan/atau saksi. Dalam penanganan kejahatan serius (graviora delicta), UPTD PPA provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan tugas tanpa meniadakan layanan kekerasan lainnya yang selama ini telah dilakukan, sebagai berikut:
- menerima laporan atau penjangkauan korban;
- memberikan informasi tentang hak korban;
- memfasilitasi pemberian layanan kesehatan;
- memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikologis;
- memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial;
- menyediakan layanan hukum;
- mengidentifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi;
- mengidentifikasi kebutuhan penampungan sementara untuk korban dan keluarga korban yang perlu dipenuhi segera;
- memfasilitasi kebutuhan korban penyandang disabilitas;
- mengoordinasikan dan bekerja sama atas pemenuhan hak korban dengan lembaga lainnya; dan
- memantau pemenuhan hak korban oleh aparatur penegak hukum selama proses acara peradilan.
“Perpres ini memastikan pelindungan dan pemenuhan hak korban melalui mekanisme one stop services atau pelayanan terpadu untuk memastikan korban mendapatkan layanan yang cepat, sesuai dengan kebutuhannya dengan meminimalisasi terjadinya pengulangan kekerasan (reviktimisasi) terhadap korban,” tutur Menteri PPPA.
Baca Juga: Kemen PPPA bersama UNICEF melaksanakan Evaluasi serta Penyusunan Rencana Bimbingan Teknis
Selain itu, menurut Menteri PPPA, kehadiran Perpres Nomor 55 Tahun 2024 juga akan memperkuat peran kolaborasi antara lembaga pelayanan milik pemerintah, lembaga pelayanan berbasis masyarakat, dan institusi lainnya. “Seluruh lembaga pelayanan akan saling terintegrasi, multiaspek, serta lintas fungsi dan sektor dalam mempercepat penanganan kasus kekerasan, diskriminasi, dan masalah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan, secara teknis operasional, pihaknya akan menyiapkan peraturan menteri sebagai delegasi dari perpres tersebut. “Kemen PPPA akan menyesuaikan peraturan menteri yang sudah ada, mengingat UPTD PPA sudah menjalankan fungsinya sebelum perpres ini diundangkan. Dalam penyediaan layanan korban kekerasan seksual, kami tetap akan berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” kata Menteri PPPA.
Sejak UU TPKS disahkan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 12 April 2022 dan diundangkan pada 9 Mei 2022, Kemen PPPA bersama Kementerian/Lembaga melalui Panitia Antar Kementerian (PAK) bergerak cepat menyusun 3 (tiga) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan 4 (empat) RPerpres. “Kemen PPPA menjadi leading sector penyusunan 5 (lima) peraturan turunan, sedangkan 2 (dua) lainnya dipimpin oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),” imbuh Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menjelaskan, 3 (tiga) peraturan turunan yaitu RPerpres tentang Penyelenggaraan Terpadu PPA, RPerpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS, dan RPP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahaan dan Penanganan TPKS sedang dalam proses pengesahan oleh Presiden Republik Indonesia. “1 (satu) RPP lainnya yang dikawal oleh Kemen PPPA mengenai Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS sudah selesai pada tahap harmonisasi dan akan segera diajukan kepada Presiden Republik Indonesia,” kata Menteri PPPA.
Selain Perpres tentang UPTD PPA, salah satu peraturan turunan yang diprakarsai oleh Kemenkumham, yaitu Perpres Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat telah diundangkan sejak 23 Januari 2024 lalu. Sementara, RPP tentang Dana Bantuan Korban TPKS yang secara substansi dikawal oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) saat ini sudah masuk dalam tahap harmonisasi.
Baca Juga: Menteri PPPA Tegaskan Perempuan dengan Latar Belakang Apapun Memiliki Hak yang Sama
“Pemerintah berkomitmen untuk terus mengawal proses pengesahan 5 (lima) peraturan turunan UU TPKS lainnya. Dalam 2 (dua) tahun ke belakang kami berupaya keras menyusun peraturan turunan yang komprehensif sebagai wujud kehadiran Negara dalam memberikan pelindungan dan pemenuhan hak bagi korban TPKS, serta efek jera bagi pelaku. Sekali lagi kami memohon dukungan masyarakat agar seluruh peraturan turunan tersebut dapat segera diundangkan dan diimplementasikan demi kepentingan terbaik bagi korban kekerasan,” pungkas Menteri PPPA.***