Mahasiswa di Kediri Unjuk Rasa Tolak Sejumlah Revisi UU Tidak Pro Masyarakat 

Aksi unjuk rasa mahasiswa di Kediri menolak sejumlah revisi UU, Rabu, 19 Juni 2024. (Foto: PMII Kediri)

Blitar, serayunusantara.com – Mahasiswa yang berasal dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kediri menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak sejumlah revisi undang-undang (UU) yang dinilai tidak pro terhadap masyarakat.

Aksi itu digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Kediri, Rabu, 19 Juni 2024. Para mahasiswa yang berunjuk rasa sambil membawa sejumlah poster itu mendapatkan pengamanan ketat dari aparat kepolisian.

Gabungan ketiga organisasi Islam itu menolak revisi UU TNI, UU Polri, dan UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mereka meminta DPR RI menghentikan pembahasan UU tersebut. Revisi UU tersebut dinilai dapat merusak demokrasi dan kebebasan sipil.

Ketua PC PMII Kediri, Novikha Istyana mengatakan, revisi UU Polri bisa mengancamnya kebebasan sipil karena perluasan kewenangan Polri dalam urusan intelijen dan keamanan (Intelkam). Apalagi penggalangan Intelijen merupakan tindakan untuk mempengaruhi sasaran dengan tujuan sesuai dengan keinginan dari pihak yang melakukan penggalangan.

“Revisi UU Polri hari ini, yang syarat dengan keganjilan dan silang sengkarut kewenangan antar lembaga negara harus dipikirkan lagi secara mendalam,” kata Novikha.

Dia menyebut, pengundangan perluasan kewenangan Polri sampai pada ranah rekomendasi penyidikan, pamswakarsa dan intelkam menjadi titik tolak dari potensi kemunduran demokrasi dalam bentuk-bentuk kelembagaan dan non kelembagaan.

“Hadirnya pasal karet dalam revisi UU Polri mengindikasikan kekhasan kepentingan kuasa untuk mengembalikan suasana orde baru. Pembahasan revisi UU Polri yang cepat saji seakan-akan melupakan bahwa masyarakat adalah kedaulatan,” ujarnya.

Baca Juga: Hadiri Doa Bersama Antar Umat Beragama, Pj Wali Kota Kediri Zanariah Harapkan Di Usia ke-1.145 Kerukunan di Kota Kediri Tertap Terjaga

Sedangkan revisi UU TNI dinilai bakal menambah fungsi TNI bukan hanya sebagai alat pertahanan negara tetapi juga keamanan negara. Penambahan fungsi militer sebagai alat keamanan negara sama saja memberikan kesempatan untuk militer dapat masuk dalam menjaga keamanan dalam negeri.

“Hal ini akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM dan mengembalikan fungsi militer seperti di masa rezim otoriter Orde Baru,” ungkapnya.

Selain itu, fungsi militer di negara demokrasi adalah sebagai alat pertahanan negara yang dipersiapkan untuk perang. Oleh karena itu meletakkan fungsi militer sebagai alat keamanan

negara merupakan hal yang keliru dan membahayakan, karena militer dapat digunakan untuk menghadapi masyarakat jika dinilai mereka sebagai ancaman keamanan negara. (tim/serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *