Blitar, serayunusantara.com – Di tengah persepsi publik bahwa jabatan kepala daerah penuh prestise, Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin justru menilai sebaliknya.
Ia secara terbuka mengaku bahwa menjadi wali kota bukanlah hal yang menyenangkan, melainkan sarat tekanan dan tanggung jawab besar.
Pernyataan itu disampaikan Mas Ibin dalam suasana santai usai menghadiri takziah pada Senin (20/10/2025). Dengan nada bercanda, ia melontarkan ungkapan yang menyiratkan betapa beratnya beban sebagai pemimpin daerah.
“Menjadi wali kota itu tidak enak. Kalau ada yang mau menggantikan posisi saya, silakan saja. Asal semua biaya logistik pencalonan saya dulu diganti. Mending saya jualan telur saja,” ujarnya sambil tersenyum, Senin (20/10/2025).
Menurut Mas Ibin, tingginya biaya politik dalam proses pencalonan kepala daerah sering kali tidak sebanding dengan ruang fiskal daerah yang terbatas, terutama di kota kecil seperti Blitar.
“Wilayah Blitar ini kecil, PAD-nya juga tidak seberapa. Tapi tanggung jawabnya sama seperti kota besar. Anggaran dari pusat juga banyak dipangkas, lebih dari seratus miliar. Jadi ya kita harus putar otak,” ungkapnya.
Baca Juga: Wali Kota Blitar Mas Ibin Resmi Membuka SAE Ramadan Festival 2025
Mas Ibin menyebut situasi tersebut bukan hanya dialami Blitar, melainkan hampir semua kepala daerah di Indonesia. Ia menuturkan pengalamannya berbincang dengan rekannya sesama kepala daerah yang kerap menghadapi aksi protes dari masyarakat.
“Temanku itu cerita, hampir tiap minggu didemo. Waktu saya tanya gimana cara ngatasinya, dia jawab: ya ditinggal pergi saja,” katanya sambil tertawa kecil.
Di balik nada santainya, Mas Ibin menegaskan bahwa pemerintahannya terus berupaya mencari solusi realistis untuk menjaga stabilitas keuangan daerah. Salah satunya melalui kebijakan efisiensi anggaran, meski langkah itu kerap menimbulkan penolakan.
“Kalau di satu kantor ada sepuluh satpam, ya harus diefisienkan. Begitu juga dengan pos-pos lain yang bisa dirasionalisasi. Tapi tentu ini berat karena banyak yang menolak,” jelasnya.
Ia juga mengakui tekanan dan kritik publik menjadi bagian tak terpisahkan dari jabatan yang diembannya.
“Saya ini masih baru, masih belajar. Tapi hujatan, hinaan, dan fitnahan sudah seperti makanan sehari-hari. Kata Kiai saya, kalau dihina itu malah mengurangi dosa. Jadi ya saya ikhlaskan saja,” ujarnya tenang.
Ke depan, Mas Ibin berencana mengundang para tokoh dan pemangku kepentingan Kota Blitar untuk duduk bersama membahas arah pembangunan daerah.
“Saya ingin duduk bersama dengan para tokoh, biar kita sama-sama membangun Blitar dengan niat baik. Kalau semua ikut andil, insyaallah warga juga ikut sejahtera,” tambahnya.
Sementara itu, pengamat politik Blitar Raya, Mario Budi, menilai pernyataan Mas Ibin sebagai refleksi kelelahan psikologis sekaligus bentuk sindiran terhadap kerasnya dinamika politik lokal.
“Sebagai pemimpin, seharusnya jangan mudah menyerah seperti itu. Dalam konstitusi kita sudah jelas, masa jabatan kepala daerah itu lima tahun dan harus dijalankan dengan tanggung jawab,” ujar Mario, Rabu (22/10/2025).
Baca Juga: Mas Ibin Keliling Kota Blitar, Jalankan Patroli Gabungan Cipta Kondisi
Ia juga menegaskan bahwa jabatan kepala daerah tidak bisa digantikan hanya karena alasan finansial.
“Pemimpin itu tidak bisa diganti dengan transaksi uang. Semua ada mekanisme hukumnya. Jadi mungkin pernyataan Mas Ibin itu hanya bentuk sindiran atau sekadar candaan belaka,” pungkasnya. (Serayu)