Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ATR/BPN RI, Tanah merupakan fondasi dalam setiap pembangunan. Pada pelaksanaannya, perlu dipastikan pengadaan tanah melalui prosedur yang benar dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) usai membuka International Conference on Social Impact Assessment di Hotel Ritz-Carlton Jakarta, Selasa (17/09/2024).
“Kita harus menjamin bahwa masyarakat kita, terutama masyarakat marginal, masyarakat kurang mampu, masyarakat yang paling rentan, benar-benar mendapat perlakuan yang layak. Karena, kita ingin menghadirkan pemerintah untuk semua masyarakat. Keadilan untuk semua, kesejahteraan untuk semua. Kementerian ATR/BPN bertanggung jawab untuk memberikan kepastian dan juga keadilan,” tegas Menteri AHY.
Pada sesi diskusi yang berlangsung dalam Konferensi Internasional ini, Penasihat Utama Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Reforma Agraria, Maria S.W. Sumardjono memaparkan bahwa pembangunan yang berkeadilan sosial membutuhkan penilaian dampak sosial atau Social Impact Assessment (SIA). Menurutnya, penilaian tersebut dapat dilakukan sejak tahap perencanaan pembangunan.
“Mulai dari rencana sampai dengan implementasi dan evaluasi harus dilihat bagaimana sebetulnya dampak sosial yang akan timbul, bagaimana caranya memitigasi, langkah-langkah mitigasi untuk memperkecil dampak sosial itu. Dan saat ini SIA belum dilakukan,” ungkap Penasihat Utama Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Reforma Agraria.
Baca Juga: Menteri AHY Buka Konferensi Internasional Penilaian Dampak Sosial
Maria S.W. Sumardjono menuturkan, Kementerian ATR/BPN tengah menyiapkan Peraturan Menteri untuk penerapan penilaian dampak sosial dalam pengadaan tanah. Pemerintah berniat melakukan hal tersebut lantaran sudah seharusnya berada dalam studi kelayakan, yaitu mengenai dampak lingkungan dan dampak sosial.
“Kalau dijalankan dengan baik, pengadaan tanah yang disertai SIA akan memberikan kepastian hukum bagi instansi atau pihak yang membutuhkan tanah karena semua dijalankan dengan baik, sehingga clean and clear, sudah ada mitigasi dari apa yang kira-kira akan dialami oleh masyarakat yang terdampak, tidak sekadar ganti rugi, tetapi ada perhitungan nilai penggantinya. Pengadaan tanah lebih berwajah manusiawi dan tidak ada seorang pun yang merasa ditinggalkan,” jelas Maria S.W. Sumardjono.
Sesi diskusi ini dimoderatori oleh Akademisi Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona. Turut menjadi narasumber, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah 2014-2016, Budi Mulyanto; Profesor Sosiologi Pedesaan IPB, Endriatmo Soetarto; Koordinator Perlindungan Sosial untuk Indonesia dan Timor Leste pada Bank Dunia, Satoshi Ishihara; dan Director General of Department of Town and Country Planning PLAN Malaysia, Hassan Yaacob.
Adapun Konferensi Internasional fokus pada pembahasan, yaitu A Cornerstone of Sustainable and Equitable Development dengan tema “Implementing Better Land Acquisition in Challenging Tenurial Settings: Balancing Acceleration, Certainty, and Fairness. Peserta konferensi kali ini meliputi jajaran Kementerian ATR/BPN serta instansi dan mitra-mitra pembangunan terkait.***