(Foto: Kementerian ESDM RI)
Tangerang, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Tren dunia dalam pemanfaatan energi saat ini lebih condong ke arah penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan terbarukan. Indonesia pun telah berkomitmen untuk melakukan transisi energi demi mencapai target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih cepat. Selama masa transisi menuju NZE tersebut, sektor minyak dan gas bumi (migas) akan tetap berperan penting dalam mengamankan pasokan energi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pada pembukaan Indonesia Petroleum Association Conference and Exhibition (IPA Convex) tahun 2024, menyampaikan bahwa menurut BP Energy Outlook, total konsumsi akhir, termasuk minyak dan gas, mencapai puncaknya pada pertengahan hingga akhir tahun 2020-an dalam skenario Accelerated dan Net Zero.
“Sebaliknya, dalam skenario New Momentum, yang mencerminkan sistem energi dunia saat ini, total konsumsi akhir meningkat hingga sekitar tahun 2040, setelah itu konsumsi energi mencapai titik stabil pada tahun 2050,” ujar Arifin di Tangerang, Selasa (14/5).
Arifin mengatakan, dalam 3 skenario transisi energi, yakni Accelerated, Net Zero, dan New Momentum, pemanfaatan minyak dan gas masih tetap dilakukan hingga tahun 2050, meskipun penggunaan langsungnya menurun karena peningkatan efisiensi energi, peningkatan penggunaan listrik, dan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
“Bagi Indonesia, selama transisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060, minyak dan gas akan terus memainkan peran penting dalam mengamankan pasokan energi, khususnya di bidang transportasi dan pembangkit listrik. Gas akan digunakan untuk menjembatani 100% penerapan pembangkit energi terbarukan. Meski demikian, industri hulu migas harus menerapkan strategi penurunan emisi termasuk penerapan teknologi energi bersih seperti CCS/CCUS,” imbuhnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Tingkatkan Kolaborasi Pengelolaan Geologi Tata Lingkungan dan Air Tanah
Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan migas, Indonesia saat ini memfokuskan upaya eksplorasi cekungan migas, mengingat Indonesia masih menyimpan banyak cadangan migas yang belum dimanfaatkan. Dari 128 cekungan hidrokarbon, 68 diantaranya masih belum dieksplorasi.
Fasilitas Perpajakan dan Insentif
Mulai tahun ini, Pemerintah Indonesia tengah menggalakkan penambahan wilayah kerja migas baru setiap tahunnya. Investor dapat berpartisipasi melalui proses penawaran wilayah kerja yang dilakukan pemerintah atau bernegosiasi langsung dengan pemerintah.
“Untuk menjaga iklim investasi, kami juga memberikan beberapa fasilitas perpajakan dan insentif bagi kegiatan usaha hulu untuk memberikan iklim investasi yang menarik kepada investor terkait aspek keekonomian pengembangan migas,” tandasnya.
Fasilitas perpajakan tersebut, jelas Arifin, akan mencakup beberapa pengecualian pajak tidak langsung yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Adapun Insentif Kegiatan Usaha Hulu akan mencakup seluruh hal yang menjadi kewenangan Kementerian ESDM, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 199 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberian Insentif Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Baca Juga: Sekjen ESDM Dorong PEM Akamigas Kembangkan Program Konversi Motor Listrik
Selain itu, saat ini Kementerian ESDM dan lembaga pemerintah terkait, sedang dalam tahap akhir dalam merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 dan Nomor 53 Tahun 2017. Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan kelayakan ekonomi proyek minyak dan gas.
Sementara itu, sesuai dengan komitmen Net Zero Emission, Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan mengenai CCS/CCUS, termasuk Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Peraturan tersebut mencakup aspek Penyelenggaraan CCS, di mana hal tersebut belum diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan kegiatan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
“Saat ini, terdapat 15 proyek CCS/CCUS dalam berbagai tahap. Dengan total Sumber Daya Penyimpanan CO2 lebih dari 500 Giga Ton, kami yakin Indonesia mempunyai peluang untuk perluasan pengembangan bisnis CCS/CCUS,” jelasnya.
Pada akhir sambutannya, Arifin menegaskan perlunya kolaborasi seluruh pemangku kepentingan dalam menghadapi tantangan pemenuhan energi di era transisi energi.
“Saya ingin menekankan pentingnya meningkatkan kolaborasi dan kemitraan dalam menghadapi tantangan pemenuhan kebutuhan energi sekaligus mengurangi emisi. Saya mengajak seluruh peserta berkontribusi aktif untuk mengedepankan kerja sama dalam upaya peningkatan investasi, cadangan, dan produksi migas dengan tetap mempertimbangkan target penurunan emisi,” tutup Arifin.***