Menteri LHK Republik Indonesia, Siti Nurbaya bersama delegasi dari Bezos Earth Fund, melakukan kunjungan kerja ke Hutan Adat Bukit Demulih. (Foto: KLHK RI)
Bali, serayunusantara.com – Melansir dari laman KLHK RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Siti Nurbaya bersama delegasi dari Bezos Earth Fund, melakukan kunjungan kerja ke Hutan Adat Bukit Demulih, Minggu, (08/09/2024). Kunjungan ini bertujuan untuk melihat secara langsung kearifan lokal masyarakat adat dalam menjaga kelestarian hutan, serta mendiskusikan potensi dukungan dari Bezos Earth Fund dalam melestarikan hutan adat dan mendorong pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Kehadiran rombongan disambut dengan Ritual Adat (Tradisi Melukat), yang merupakan pembersihan diri dengan memercikkan tirta atau air suci yang didoakan oleh pemuka agama, Pemakaian Kain Adat kepada Rombongan Menteri LHK dan Tim BEF, serta Tarian Sekar Sandat sebagai tarian selama datang.
Di sana rombongan meninjau langsung beberapa titik lokasi yang menunjukkan kearifan lokal Masyarakat Adat Bukit Demulih dalam menjaga kelestarian hutan adatnya. Seusai kunjungan, rombongan berdiskusi dengan Masyarakat Adat Desa Demulih di Wantilan dengan menghadirkan sekitar 40 orang Masyarakat Adat, sebelum akhirnya rombongan pamit kembali ke Denpasar.
Dalam diskusi, Menteri Siti menyampaikan pihaknya ingin memberikan gambaran mengenai upaya dan pencapaian KLHK dalam mengelola kawasan perhutanan sosial termasuk pengakuan terhadap masyarakat adat yang telah turun temurun memiliki sejarah kuat dalam mengelola suatu kawasan hutan adat. Selain itu, KLHK juga ingin berbagi kemajuan dalam perhutanan sosial, khususnya dalam pengakuan hukum atas hutan adat.
Hutan Adat Bukit Demulih ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 4767/MENLHK-PSKL/PKTA/PSL.1/7/2021 Tentang Penetapan Hutan Adat Bukit Demulih kepada Masyarakat Hukum Adat (Desa Adat) Demulih. Desa Demulih merupakan satu dari 9 Desa di Wilayah Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. Luas wilayah Desa Demulih ± 463 Ha dan secara administratif terdiri dari 3 dusun/banjar adat yaitu Dusun/Banjar Adat Demulih, Dusun/Banjar Adat Tanggahan Tengah dan Dusun/Banjar Adat Tanggahan Talang Jiwa. Dusun / Desa Adat Demulih dilihat dari topografinya yang berada pada ketinggian diatas 400 mdpl termasuk dataran tinggi dengan jumlah penduduk 2.874 jiwa.
Konsep kearifan lokal di Desa Adat Demulih diwariskan secara turun temurun serta dari generasi ke generasi melalui cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat hingga kini berlandaskan pada filosofi Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan dan harmonisasi hubungan antara manusia dengan Tuhan / Parahyangan, hubungan sesama manusia / Pawongan dan hubungan manusia dengan lingkungan Palemahan.
Untuk mempertahankan eksistensi adat dan budaya yang semakin lama tergerus oleh perkembangan jaman masyarakat Desa Adat Demulih tetap mengadakan pembinaan dalam upaya pelestarian seni dan budaya. Konsep cuntaka merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di Desa Adat Demulih, yaitu keadaan yang dianggap tidak suci sehingga warga tidak diperkenankan memasuki Hutan Adat Bukit Demulih (HABD) karena pada kawasan tersebut terdapat 11 pura yang dikeramatkan. Cuntaka untuk HABD berlaku 12 hari, sehingga jika ada warga desa yang meninggal, maka selama 12 hari siapa saja tidak diperkenankan mengunjungi HABD. Apabila sebelum hari ke-12 ada lagi warga yang meninggal, cuntaka dihitung kembali selama 12 hari sejak orang tersebut meninggal. Cuntaka menyebabkan kunjungan manusia yang relatif jarang ke HABD. Hal tersebut berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan aneka flora dan fauna, termasuk burung.
Bentuk kearifan lokal dalam bentuk regulasi untuk pengelolaan HABD berupa awig-awig dan perarem. Awig-awig merupakan patokan maupun aturan bertingkah laku yang telah dibuat oleh krama desa adat atau masyarakat berdasarkan rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat, sedangkan aturan pelaksanaan awig-awig lebih rinci dituangkan dalam keputusan rapat desa adat (paruman desa adat) yang disebut Pada umumnya perarem berisi ketentuan dan sanksi lanjutan yang belum jelas termuat dalam Awig-awig.
Pelaksanaan ritual Tumpek Uduh/Tumpek Wariga dan Tumpek Uye/Tumpek Kandang setiap 210 hari merupakan wujud rasa syukur manusia atas segala kelimpahan makanan dan banyak fungsi dari tumbuh-tumbuhan yang membantu kehidupan manusia, sedangkan Tumpek Kandang merupakan salah satu wujud rasa kasih dan sayang, serta ungkapan rasa terimakasih manusia pada binatang yang ada disekitar.
Kekuatan Masyarakat Adat Demulih, dalam menjaga aturan adat dalam menjaga Kawasan Bukit Demulih dan kelestarian Desa Adat Demulih, terbukti sampai saat ini masyarakat tidak berani melakukan penebangan pohon secara sembarangan sehingga kawasan Bukit Demulih tetap asri dan lestari.
Baca Juga: HKAN 2024: Aktualisasi Konservasi Alam Oleh Dan Untuk Pemuda
Beberapa mata air di kawasan Bukit Demulih; Tirta Empul, Tirta Sakti dan Tirta Kumala Guna, diyakini sebagai lokasi petirthaan yang sakral dan airnya dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat sekitar.
Dengan keasrian Hutan Adat Bukit Demulih tersebut, konon menurut penuturan masyarakat adat, pada masa Presiden pertama RI, Soekarno, pada tahun 1956 tempat ini biasa dikunjungi dan dijadikan tempat peristirahatan selama masa beliau di Bali.***