Menteri PPPA Kick-off Penyusunan Laporan CEDAW

Menteri PPPA Bintang Puspayoga pada kegiatan Lokakarya 40 Tahun Implementasi Cedaw: Memperkuat Sinergi Untuk Perlindungan Hak Perempuan Di Indonesia. (Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Pemerintah Indonesia mulai melakukan dialog konstruktif untuk penyusunan laporan CEDAW (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) ke-sembilan.  Pemerintah Indonesia wajib menyampaikan laporan capaian dan tantangan implementasi CEDAW atau Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita kepada Komite CEDAW secara berkala sebagai bentuk komitmen atas ratifikasi CEDAW pada 28 Juli 1984 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga berharap laporan ke komite CEDAW dapat menjelaskan pencapaian yang spesifik yang sudah dicapai dan mengangkat praktek baik, inisiatif dan inovasi, yang dapat membantu menghapuskan diskriminasi.

“Kita lakukan dialog konstruktif Laporan Implementasi CEDAW ke – 9 dan harus mencakup tiga aspek kemajuan. Pertama, kemajuan di tingkat kebijakan seperti lahirnya sejumlah peraturan perundangan dan kebijakan tingkat Menteri hingga tingkat daerah. Kedua, kemajuan dalam bentuk inisiatif dan program implementasi di berbagai sektor pembangunan. Ketiga, kemajuan yang dapat dilihat langsung di lapangan secara terukur seperti Indeks Pembangunan Gender maupun data statistik lainnya,”ujar Menteri PPPA pada kegiatan Lokakarya 40 Tahun Implementasi Cedaw: Memperkuat Sinergi Untuk Perlindungan Hak Perempuan Di Indonesia, Senin (12/08).

Menteri PPPA menyampaikan kemajuan pada tingkat kebijakan, harus dijelaskan arti pentingnya dalam membuka peluang kemajuan-kemajuan selanjutnya.

“Kemajuan pada tingkat inisiatif kegiatan, program, dan aksi, dijelaskan implikasinya bagi perempuan itu sendiri maupun bagi keluarga dan masyarakat. Kemajuan yang disampaikan berdasarkan data terukur, perlu dijelaskan kebijakan dan program yang mempengaruhi kemajuan tersebut dan apa kontribusi kemajuan itu bagi sektor dan bidang pembangunan lainnya. Dengan demikian, laporan tidak sebatas paparan data, tetapi juga suatu analisis dampak,” ungkap Menteri PPPA.

Baca Juga: Menteri PPPA Tekankan Kolaborasi Kunci Keberhasilan Implementasi KRPPA

Indonesia dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah melahirkan beberapa regulasi yang bertujuan untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

“Hadirnya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan beberapa aturan turunannya, serta UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi kekuatan untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal penting lainnya adalah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan UU Nomor 13 Tahun 2023, khususnya pasal 102 yang menyatakan dihapuskannya praktik sunat perempuan. Hal ini menjawab keprihatinan Komite CEDAW tentang sikap pemerintah dalam upaya menghapuskan praktik sunat perempuan,” tegas Menteri PPPA.

Kasus-kasus diskriminasi terhadap perempuan yang masih banyak terjadi perlu menjadi perhatian besar dan kerjasama sinergi lintas sektor untuk mendapatkan persepsi yang sama dalam penyusunan laporan.

“Komite CEDAW menekankan aspek perbaikan misalnya dalam hal akses perempuan pada keadilan. Sayangnya belakangan ini terjadi peristiwa bebasnya pelaku kekerasan terhadap perempuan atau ditetapkannya pendamping korban kekerasan seksual sebagai tersangka. Hal ini dapat mengurangi aspek jaminan yang telah kita upayakan. Untuk itu penting untuk menjelaskan secara detail upaya sosialisasi konvensi CEDAW pada aparat penegak hukum dan pejabat peradilan. Untuk itu dialog konstruktif ini adalah tahapan penting yang harus dilakukan sebelum menyajikan data dan fakta dalam laporan. Suara dari berbagai pihak harus didengarkan dan diperhatikan untuk menciptakan persepsi yang sama terhadap masalah diskriminasi. Kerja sama lintas sektor dalam penyusunan laporan ini menjadi sangat penting,termasuk dengan lembaga non-pemerintah, akademisi, dan tokoh masyarakat,” tegas Menteri PPPA.

Sementara itu, Head of Programmes UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati Faiz menyampaikan CEDAW berfokus pada kesetaraan substantif, non-diskriminasi, dan kewajiban negara untuk memastikan hak-hak perempuan dihormati dan dilindungi.

Baca Juga: Menteri PPPA Apresiasi Pemerintah Kab. Minahasa atas Komitmen Pencanangan DRPPA

“Prinsip CEDAW menentang pendekatan kesetaraan formal yang hanya berfokus pada formalitas tanpa memperhatikan konteks sosial yang sering kali merugikan perempuan. Setiap langkah hukum (de jure) harus menghasilkan perubahan nyata dalam praktik (de facto),” jelas Dwi Yuliawati.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Adi Winarso, menyampaikan forum lokakarya ini penting sebagai ajang berbagi pengetahuan dan strategi untuk mempercepat pencapaian kesetaraan gender sekaligus penanda kick-off penyusunan laporan periodik ke-9 yang harus disampaikan pada September 2025.

“Kita menghadapi tantangan dalam penyusunan laporan, seperti kesulitan pengumpulan data, pergantian pejabat, dan sensitivitas data. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi dan koordinasi kuat antar kementerian dan lembaga untuk menyusun laporan yang komprehensif dan valid,” ujar Adi Winarso.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *