Pahamkan Fiqih Perempuan, TP PKK Kabupaten Kediri Gelar Pondok Ramadhan

Kediri, serayunusantara.com – Menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, ibu-ibu anggota TP PKK Kabupaten Kediri masih antusias dan bersemangat mengikuti kegiatan Pondok Ramadhan yang sudah digelar untuk ke-6 kalinya oleh TP PKK Kabupaten Kediri.

Pada kegiatan Pondok Ramadhan kali ini, TP PKK Kabupaten Kediri mengusung tema ‘Fiqih Perempuan’ yang bertempat di Gedung Bhagawanta Bhari, Kamis13 April 2023.

Acara diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ustazah Faridah, kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi oleh Sheila Hasina atau akrab disapa Ning Sheila dari Lirboyo.

Dalam ceramahnya, Ning Sheila menjelaskan mengenai fiqih perempuan yang berfokus pada haid, istihadhoh, dan nifas.

“Tentang fiqih perempuan itu luas, bisa tentang shalat, puasa, wudhu, yang terpenting ada kaitannya dengan perempuan. Bahasan mengenai sholat atau wudhu sudah lebih umum dan bisa dengan yang lain. Oleh karena itu bahasan fiqih perempuan kali ini difokuskan pada haid, istihadhoh, dan nifas,” jelas Ning Sheila.

Baca Juga: Pemkab Kediri Beri Pembinaan Mental bagi Pegawai ASN di Bulan Suci Ramadhan

Salah satu permasalahan mengenai haid berkaitan dengan diagnosa dokter karena terjadi pendarahan terus-menerus. Ketika seseorang didiagnosa oleh dokter mempunyai kista sehingga mengalami pendarahan.

“Maka untuk hukum mengenai darah tersebut dikembalikan pada hukum fiqih. Karena dokter bisa memberikan hasil diagnosa yang berbeda-beda,” terang Ning Sheila.

Ditambahkan Ning Sheila, Definisi haid adalah darah yang keluar dari rahim seorang perempuan yang sudah baligh atau pada rentang usia 12-14 tahun. Masa minimal haid adalah sehari semalam atau 24 jam dan batas paling lama 15 hari. Sedangkan masa suci antara 2 haid sedikitnya 15 hari. Bila darah haid keluar kurang dari 24 jam, maka itu bukan darah haid sehingga wajib melaksanakan shalat namun tidak wajib melakukan mandi besar.
“Sementara itu, jika keluar darah haid saat masa suci selama 15 hari. Maka itu adalah darah istihadhoh, sehingga masih tetap wajib shalat dan puasa,” tambahnya.

Ning Sheila kembali memperdalam mengenai tema ini, dijelaskan olenya rumit jika menghukumi darah yang keluar dari rahim perempuan hanya dilihat dari warnanya saja. Dijelaskan oleh Ning Sheila mengenai 5 macam jenis darah yaitu, merah, hitam, coklat, kuning dan keruh. Tidak ada warna darah putih, walaupun jika dicium mungkin seperti bau darah haid.

Sedangkan warna kuning dan keruh, ada yang mengatakan itu haid dan juga ada yang mengatakan itu tidak haid. Jika mengikuti pendapat Imam Syafi’i, maka darah kuning dan keruh adalah haid pada hari-hari haid. Namun jika keluarnya diluar hari-hari haid makan bukan termasuk darah haid.

Ning Shila memberikan saran untuk mencatat tanggal-tanggal saat haid dan melakukan pengecekan mengenai darah haid menggunakan kapas pada area kewanitaan, agar lebih yakin. Jika pada saat dicek kapas sudah bersih. Namun beberapa saat kemudian keluar darah yang kuning atau keruh, maka itu hanya keputihan.

Berkaitan dengan puasa tentu haid yang terputus-putus akan membingungkan mengenai jadwal puasa dan sah atau tidaknya puasa.

“Saat seseorang puasa, kemudian mengeluarkan darah haid maka harus niat tidak melanjutkan puasa. Namun membatalkannya dengan makan atau minum tidak wajib, karena jika ternyata darah tersebut keluarnya kurang dari 24 jam maka itu bukan haid dan puasa yang dilakukan hukumnya sah,” ucap Ning Sheila.

Salah satu hal yang menjadi simpang siur di masyarakat adalah tentang boleh tidaknya perempuan memotong kuku dan rambut. Tidak memotong kuku dan rambut saat haid adalah sunah. Sehingga jika memotong kuku dan rambut saat haid, tidak mendapatkan dosa tapi tidak memperoleh amalan kesunahan. Lalu kuku dan rambut yang sudah dipotong tidak perlu disucikan, karena yang wajib disucikan hanya bagian tubuh yang menempel pada badan.

“Terdapat hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang haid dan nifas
Orang yang haid dan nifas dilarang untuk shalat, puasa, sujud syukur, sujud tilawah, sa’i, dan thawaf. Karena thawaf dan sa’i tempatnya di Masjidil Haram,” ucap Ning Sheila.

Beliau juga memberikan tips untuk perempuan ketika menjalani ibadah umrah atau haji. Hormon dapat diatur, agar darah haid tidak keluar. Bisa dengan cara terapi air zam-zam, terapi air syiwak, dan menggunakan obat. Namun jika darurat, bisa menggunakan mahzab yang memperbolehkan thawaf saat tidak suci dari hadas.

“Seorang yang sedang haid, diperbolehkan membaca Al-Qur’an jika diniatkan sebagai zikir. Hanya diperbolehkan dari dalam hati dan tidak boleh mengeluarkan suara yang bisa didengar oleh telinganya sendiri. Namun jika diniatkan sebagai ibadah membaca Al-qur’an, maka tidak diperbolehkan. Memegang Al-Qu’an bagi orang yang sedang haid juga diharamkan, namun jika Al-Qur’annya terdapat terjamahannya diperbolehkan untuk memegang,” pungkasnya.

Setelah sesi pemaparan materi telah selesai, diberikan kesempatan kepada ibu-ibu yang hadir untuk memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diberikan. Acara ditutup dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ning Sheila. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *