Penggunaan Sound System di Tulungagung Diperketat, Pelanggaran Akan Ditindak Tegas

Tulungagung, serayunusantara.com – Pemerintah Kabupaten Tulungagung bersama jajaran Forkopimda menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) guna membahas pengaturan penggunaan sound system atau yang populer dikenal masyarakat sebagai sound horeg, demi menjaga ketertiban, kenyamanan, dan keselamatan umum.

Rakor yang berlangsung di Ruang Pringgitan Pendapa Kongas Arum Kusumaning Bongso pada Kamis (24/07/2027) ini dihadiri oleh perwakilan Forkopimda dan sejumlah stakeholder terkait.

Wakil Bupati Tulungagung, H. Ahmad Baharudin, menyampaikan bahwa Rakor ini merupakan tindak lanjut atas fatwa yang dikeluarkan MUI Jawa Timur. “Adanya fatwa dari MUI Jawa Timur mengenai penggunaan sound horeg menjadi dasar bagi kami di Pemkab Tulungagung untuk merespons secara serius demi memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” ujarnya. Ia menegaskan, kegiatan masyarakat tetap diperbolehkan, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Kapolres Tulungagung, AKBP Muhammad Taat Resdi, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah cepat Pemkab Tulungagung dalam menanggapi isu ini. Ia menyebut, Tulungagung termasuk daerah yang cepat menerbitkan Surat Edaran terkait penggunaan sound system, yakni melalui SE Nomor 300.1.1/1200/42.02/2024 tertanggal 2 Agustus 2024. Edaran tersebut secara rinci mengatur batasan penggunaan sound system, termasuk ambang batas kebisingan.

Dalam Rakor tersebut, disepakati sejumlah pembaruan aturan. Misalnya, untuk kegiatan statis seperti konser atau pertunjukan musik, batas kebisingan maksimal ditetapkan 125 desibel. Sedangkan untuk kegiatan bergerak atau pawai, batas maksimalnya adalah 80 desibel. Selain itu, batas daya pengeras suara juga diatur, yakni maksimal 80.000 watt untuk kegiatan statis dan 10.000 watt untuk kendaraan pawai.

Baca Juga: Kapolres Tulungagung Hadiri Peluncuran Koperasi Desa Merah Putih

Pembatasan waktu juga diberlakukan. Penggunaan sound system tidak diperbolehkan melewati pukul 24.00 WIB, kecuali untuk pertunjukan wayang kulit yang dapat berlangsung hingga pukul 04.00 WIB. Aturan juga menegaskan larangan konten bermuatan SARA, pornografi, atau ujaran kebencian, serta membatasi jumlah subwoofer maksimal 8 unit per kendaraan.

Dimensi perangkat sound system juga tidak boleh melebihi ukuran kendaraan pengangkut, baik dari sisi tinggi, lebar, maupun panjang. Jalur pawai pun harus mendapat persetujuan masyarakat serta diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat.

Kapolres menegaskan, jika panitia acara melanggar ketentuan yang telah disepakati dalam Rakor ini, aparat seperti Polres, Satpol PP, dan unsur penegak hukum lainnya berhak membubarkan kegiatan tersebut dan melakukan penindakan sesuai hukum yang berlaku. “Kesepakatan ini akan menjadi pedoman kami dalam pemberian izin dan pengawasan di lapangan,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MUI Tulungagung, KH. M. Fathurrouf Syafi’i, menjelaskan bahwa Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 dari MUI Jawa Timur sudah sangat jelas. Menurutnya, penggunaan sound system yang melampaui batas hingga menimbulkan kerusakan atau perilaku negatif hukumnya haram. Namun, penggunaan yang wajar dan sesuai aturan tetap diperbolehkan.

“Kalau penggunaannya merusak, seperti menyebabkan kaca pecah atau rumah retak, apalagi jika diiringi tarian tidak pantas, maka itu jelas haram. Tapi jika sesuai aturan, maka hukumnya halal,” tuturnya. Ia juga mengapresiasi langkah cepat dan tegas Pemkab serta Polres dalam merespons keresahan masyarakat.

Baca Juga: Gudang Penetasan Telur dan Dapur Warga di Tulungagung Terbakar, Kerugian Capai Rp20 Juta

Dengan pengaturan yang lebih terstruktur ini, diharapkan masyarakat Tulungagung tetap dapat menikmati hiburan tanpa menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitar. (Serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *