Pengusaha Walet Keluhkan Kesulitan Ekspor, Wabup Blitar : Mendag Akan Carikan Solusi

Wabup Blitar, Rahmat Santoso (dua dari kiri pakai batik) saat dialog dengan pengusaha sarang walet tadi malam dan contoh sarang walet yang diekspor (bawah). (foto: IST)

Blitar, seraynusantara.com – Melansir dari Lentera Today, Para pengusaha sarang burung walet baik peternak maupun pedagang di Jawa Timur mengaku kesulitan ekspor karena adanya peraturan yang memberatkan. Keluhan tersebut ditampung dan segera dikoordinasikan oleh Wakil Bupati (Wabup) Blitar, Rahmat Santoso dengan Menteri Perdagangan (Mendag) untuk dicarikan solusinya.

Wabup Blitar, Rahmat Santoso, menyampaikan kalau semalam dia menghadiri undangan dialog dengan para pengusaha sarang burung walet mewakili Ketua DPW PAN Jawa Timur, Riski Sadiq. “Kebetulan keluarga saya (bapak-ibu) juga pengusaha sarang walet, karena dianggap paham saya diminta hadir,” ujar Wabup Rahmat, Sabtu (10/12/2022).

Baca Juga: Kumpulkan Pengusaha Hotel dan Karaoke, Satpol PP dan Bea Cukai Blitar Sosialisasikan Cukai

Lebih lanjut, pria yang kini menjadi Wakil Ketua DPW PAN Jawa Timur ini menjelaskan pada dialog tersebut dia menyampaikan keluhan dan kesulitan para pengusaha sarang walet untuk ekspor, karena adanya aturan izin karantina. “Selain ijin ekspor, juga ada izin karantina yang waktu pengurusannya bisa mencapai 6 bulan dan hanya berlaku 6 bulan,” jelasnya.

Kondisi ini, Wabup Rahmat menegaskan, tentu tidak sesuai dengan apa yang selama ini digaungkan oleh Presiden RI Joko Widodo, mempermudah perizinan dan memangkas birokrasi serta menghapus aturan yang tumpang tindih.

“Buktinya aturan dari Menteri Perdagangan, tidak sinkron dengan aturan Menteri Pertanian dan Bea Cukai,” tegas Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) ini.

Seharusnya menurut Wabup Rahmat pemerintah pusat mendukung dan mempermudah ekspor sarang walet, karena potensi devisa pendapatan negara dari sektor ini cukup besar.

“Apalagi 97-98% penghasil sarang walet dunia dari Indonesia, dengan harga berkisar Rp 10-20 juta per kilogramnya. Dengan kebutuhan dunia bisa mencapai 1.500 ton per tahun, tapi yang bisa ekspor hanya sekitar 250 ton pertahun berapa potensi kehilangan pendapatan negara setahun,” tandasnya. (ruf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *