Plt. Sekjen Kemendagri: Kenaikan Insidentil Komoditas Tertentu Perlu Dicek untuk Cegah Inflasi

Plt. Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta. (Foto: Kemendagri RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemendagri RI, Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir menekankan perlunya mengecek setiap hari berbagai komoditas yang mengalami kenaikan insidentil. Kenaikan insidentil yang dimaksud Tomsi yaitu ketika suatu komoditas tertentu di suatu daerah mengalami kenaikan harga, sedangkan daerah lain yang berdekatan tidak mengalami kenaikan.

“Inilah tugas daripada teman-teman di daerah yang naik [harganya] ini ada apa, kok naik sendirian, tetangganya tidak naik. Ini yang harus bekerja keras mengecek setiap hari ini begini,” katanya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (12/8/2024).

Tomsi memberikan contoh, di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, terjadi kenaikan harga pada komoditas cabai rawit, cabai merah, dan beras. Sementara itu, daerah lain yang berdekatan dengan Kabupaten Banyuasin seperti Kabupaten Musi Banyuasin dan Kota Palembang tidak mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data tersebut, selain mengecek harga, Kabupaten Banyuasin perlu bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda) terdekat untuk mencegah inflasi.

“Jadi harus dilihat apakah kenaikan itu regional karena situasi atau karena insidentil. Ini yang dikenal dengan kenaikan insidentil di kabupaten tertentu,” ujarnya.

Baca Juga: Kemendagri Sosialisasikan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Penyusunan KUA-PPAS 2025

Hal tersebut berlaku pula untuk daerah lain dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) yang tinggi. Untuk tingkat kabupaten/kota, Tomsi memberikan atensi kepada 10 daerah dengan IPH tinggi periode minggu II Agustus 2024. Pemda tersebut terdiri dari Kabupaten Bone Bolango (3,76 persen), Sumbawa Barat (3,17 persen), Lamongan (2,76 persen), Bangka Tengah (2,27 persen), Deiyai (2,21 persen), Banyuasin (1,91 persen), Pringsewu (1,82 persen), Teluk Wondama (1,82 persen), Keerom (1,81 persen), dan Lumajang (1,81 persen).

“Saya ingin mengatakan bahwa kabupaten tetangga, ini mulai dari Bone sampai Lumajang itu tetangganya tidak naik, tapi dia naik sendirian,” tambahnya.

Di sisi lain, Direktur Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS) Windhiarso Ponco Adi menyebut, jumlah kabupaten/kota secara nasional yang mengalami penurunan IPH hingga minggu kedua Agustus 2024 lebih banyak dibanding yang mengalami kenaikan.

Dirinya menyebut 10 kabupaten/kota dengan penurunan IPH tertinggi, yaitu Kabupaten Pohuwato dengan perubahan IPH (-6,33 persen), Kabupaten Solok (-3,65 persen), Kabupaten Bombana (-3,61 persen), Kabupaten Sarolangun (-3,58 persen), Kabupaten Solok Selatan (-3,29 persen), Kota Sawahlunto (-3,25 persen), Kabupaten Toraja Utara (-3,22 persen), Kabupaten Aceh Utara (-3,21 persen), Kota Pariaman (-3,16 persen), dan Kabupaten Pakpak Bharat (-2,82 persen).***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *