Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) Co-Generation PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). (Foto: Kementerian ESDM RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong berbagai upaya untuk megoptimalisasi pemanfaatan tenaga panas bumi bagi kelistrikan. Salah satu yang tengah dikembangkan adalah proyek Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) Co-Generation PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), yakni proyek optimasi kapasitas yang dilaksanakan pada lapangan yang telah beroperasi komersial. Skema pengusahaan yang digunakan untuk proyek ini adalah kerja sama kemitraan antara PT PGE dengan PT PLN melalui PLN Indonesia Power untuk membentuk Joint Venture.
“Untuk geothermal ini ada juga yang Co-Generation, ditambahkan dari eksisting. Sudah ada target-targetnya dari 2027-2029 untuk COD,” tandas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat (2/8) lalu.
Adapun potensi proyek Co-Generation adalah pada Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Lahendong, Ulubelu, Lumut Balai, Hululais, Kamojang, Sibayak, dan Sungai Penuh. Proyek-proyek ini diharapkan dapat beroperasi pada periode tahun 2027-2029.
Saat ini proyek PLTP co-generation ini telah mencapai tahap penandatanganan Joint Development Agreement (JDA) pada 30 Mei 2024 lalu. Fokus utama JDA adalah proyek PLTP Ulubelu Bottoming Unit yang direncanakan pengembangan dengan kapasitas 30 MW dan PLTP Lahendong Bottoming Unit dengan rencana pengembangan 15 MW. Kedua proyek ini ditargetkan dapat COD pada tahun 2027.
Baca Juga: Tarik Minat Investor Asing, Kementerian ESDM Sempurnakan Kebijakan Sektor Migas
Selain itu, optimalisasi PLTP juga dilakukan melalui pengutamaan excess energy dari PLTP, yakni kelebihan listrik yang ada di PLTP yang sudah beroperasi. Excess energi yang berasal dari PLTP diutamakan untuk di-dispatch ke dalam sistem ketenagalistrikan PLN.
Untuk PLTP yang diusahakan oleh PT PGE, yakni PLTP Kamojang, Ulubelu, Karaha, Lahendong, dan Lumut Balai, terdapat potensi optimalisasi mencapai 1.081 GWh. Nilai ini diperoleh dari sisa total kapasitas pembangkitan netto sebesar 5.528 GWh dikurangi dengan kapasitas penyaluran ke PT PLN sebesar 4.447 GWh.
Sementara untuk PLTP PT Geo Dipa Energi, yakni PLTP Dieng dan Patuha, terdapat potensi optimalisasi sebesar 134 GWH. Kemudian untuk PLTP SMGP dan PLTP Sokoria sebesar 365,8 GWh; Star Energy Group (PLTP Salak, PLTP Darajat, dan PLTP Wayang Windu) sebesar 494,8 GWh; dan PLTP Sarulla yang dioperasikan oleh Sarulla Operations sebesar 24 GWh.
Kemudian, minimalisasi curtailment di sistem Sulawesi Utara-Gorontalo (SulutGo) juga dilakukan untuk optimalisasi PLTP. Saat ini terjadi kendala pada beberapa sistem ketenagalistrikan yang terdapat panas bumi, contohnya pada sistem SulutGo. Di sistem ini terdapat ketidakseimbangan antara penyediaan tenaga listrik pada wilayah SulutGo dengan pertumbuhan demand, sehingga menjadikan status ketenagalistrikan over capacity.
Baca Juga: Kontrak Cisem II Diteken Senilai Rp2,8 Triliun, Sekjen ESDM: Proyek Tidak Boleh Mundur
Saat ini dimungkinkan pemberlakuan shutdown secara bergantian untuk pembangkit fosil, dengan tetap mempertimbangkan efisiensi selisih harga pembangkitan dari PLTU dengan dari PLTP. Maka dari itu, diperlukan ekspansi jaringan transmisi dan distribusi PLN untuk memaksimalkan pemanfaatan panas bumi dalam memenuhi captive power tambang dan industri di Sulawesi.***