Presiden Joko Widodo pada acara Peresmian Injeksi Bauksit Perdana SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat. (Foto: Kementerian ESDM RI)
Mempawah, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo kembali menegaskan pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk meningkatkan nilai tambah komoditi. Peningkatan nilai tambah akan membawa Indonesia menjadi negara industri.
“Hari ini kita lihat betul-betul telah kejadian dan selesai untuk fase pertamanya Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR). pembangunan smelter ini merupakan usaha kita untuk menyongsong Indonesia menjadi negara industri, mengolah sumber daya alam kita sendiri, dan tidak lagi mengekspor bahan-bahan mentah. Stop mengekspor bahan-bahan mentah, olah sendiri,” tegas Presiden Jokowi pada acara Peresmian Injeksi Bauksit Perdana SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9).
Jokowi mengatakan, sekarang merupakan waktu yang tepat bagi Indonesia untuk membangun industri-industri hilirisasi, karena kecil kemungkinan untuk negara-negara maju kembali menggugat Indonesia terkait kebijakan menutup keran ekspor komoditas alam secara mentah. Hal tersebut terjadi, sambungnya, lantaran negara-negara maju sedang sibuk menyelesaikan masalah masing-masing imbas kondisi geopolitik global, pandemi Covid-19, serta gelombang resesi ekonomi.
“Meskipun empat tahun yang lalu kita stop nikel, Uni Eropa membawa kita ke WTO. Tapi setelah itu tidak ada, (ekspor) bauksit kita stop, tidak ada yang komplain, tidak ada yang gugat,” imbuhnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Dampingi Presiden RI Resmikan Proyek Smelter di Nusa Tenggara Barat
Dengan mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi, imbuh Presiden, akan memberikan nilai tambah lebih tinggi yang diperoleh bagi masyarakat maupun bagi negara, karena akan terjadi disparitas lompatan nilai yang drastic antara komoditas yang diekspor secara mentah dengan komoditas yang sudah melalui proses hilirisasi.
“Saya mencontohkan nikel, sebelum tahun 2020 itu kira-kira ekspor kita mentahan itu USD1,4-2 miliar atau sekitar Rp20-an triliun. Namun Begitu kita stop ekspor tahun kemarin, (peningkatan nilai tambah) menjadi USD34,8 miliar artinya hampir Rp600 triliun,” pungkasnya.***