Strategi Hilirisasi dan FDI: Membangun Ekonomi Berkualitas di Global South

Mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro hadir di sesi paralel tematik rangkaian HLF MSP 2024. (Foto: Bappenas)

Badung, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kemenparekraf RI, Sesi paralel tematik rangkaian High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 menyoroti pentingnya kemitraan multipihak dalam mendorong nilai ekonomi yang lebih tinggi di tingkat regional, terutama bagi negara-negara berkembang.

Sesi yang digelar Selasa (3/9/2024) dan mengangkat tema “Innovate to Elevate: Multi-Stakeholder Partnerships for Promoting Higher Economic Value at the Regional Level” tersebut menghadirkan Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Bappenas 2016-2019 sekaligus Profesor Ekonom Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro.

Pada kesempatan tersebut Bambang pun menegaskan negara-negara berkembang yang kaya sumber daya harus lebih proaktif dalam mengatasi kekurangan modal, teknologi, dan sumber daya manusia. “Tujuannya adalah untuk mengubah potensi sumber daya alam menjadi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” katanya.

Bambang menggarisbawahi bahwa investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dapat menjadi alat penting bagi negara berkembang untuk memproses sumber daya alam mereka. Namun begitu pemerintah perlu selektif dalam mengundang jenis FDI yang masuk agar tidak sekadar mengeksploitasi sumber daya tanpa menambah nilai ekonomi.

“Evaluasi terhadap FDI yang masuk sangat penting, dan ini adalah pendekatan yang sedang dilakukan Indonesia melalui program hilirisasi. Sebagai contoh, investor yang mengolah nikel kita tidak hanya mendapatkan akses bahan mentah, tetapi juga diminta untuk mengembangkan produk hilir seperti baja tahan karat atau baterai EV. Inilah yang dimaksud dengan menciptakan nilai tambah,” jelas Bambang.

Baca Juga: Menparekraf Jajaki Peluang Kolaborasi Sektor Parekraf dengan Aljazair dan Zanzibar

Bambang juga menekankan pentingnya adopsi teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di Global South. Menurutnya, investasi dalam bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM), serta penelitian dan pengembangan (R&D) sangat penting untuk menciptakan tenaga kerja yang produktif dan inovatif.

“Untuk mendorong produktivitas, kita perlu mengadopsi teknologi yang sesuai dan mengembangkan kemampuan dalam negeri untuk memahami dan memanfaatkan teknologi tersebut. Ini tidak hanya bergantung pada teknologi tetapi juga pada kualitas sumber daya manusia kita. Oleh karena itu, kita harus berinvestasi dalam infrastruktur digital dan pendidikan untuk mencapai hal ini,” kata Bambang.

Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Shinta Kamdani, pada saat yang sama turut menekankan bahwa menciptakan nilai ekonomi tinggi tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. “Diperlukan kolaborasi di antara berbagai pelaku ekonomi untuk secara berkelanjutan menghasilkan inovasi dengan nilai ekonomi tinggi,” ungkap Shinta.

Ia menyoroti tiga faktor utama yang dapat mendorong inovasi berkelanjutan dengan nilai ekonomi tinggi yaitu investasi dalam R&D oleh sektor bisnis dan investor, kemampuan institusi pendidikan tinggi untuk menghasilkan penelitian berkualitas, dan inovasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat serta standar regulasi.

Maka itu untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, negara-negara berkembang perlu mengadopsi pendekatan kemitraan multipihak yang lebih terintegrasi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi menjadi kunci untuk menciptakan nilai tambah yang signifikan dan meningkatkan daya saing di pasar global.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *