Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam forum internasional bertajuk Clean Energy Ministerial (CEM) yang dihelat di Badung, Bali, Rabu (15/5). (Foto: Kementerian ESDM RI)
Bali, serayunusantara.com – Melansir dari laman Kementerian ESDM RI, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan bahwa untuk mempercepat transisi energi menuju energi bersih membutuhkan dana dengan jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu, upaya transisi energi di Indonesia memerlukan dukungan dari investor untuk menanamkan modalnya dalam mengoptimalkan energi bersih di Indonesia.
“Dalam mewujudkan peta jalan transisi energi di Indonesia, membutuhkan investasi yang sangat besar. Meskipun kapasitas pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) terus meningkat, tapi masih membutuhkan biaya besar untuk mempercepat dalam memenuhi target pembangunan nasional,” ujar Eniya dalam forum internasional bertajuk Clean Energy Ministerial (CEM) yang dihelat di Badung, Bali, Rabu (15/5).
Oleh karena itu, sambungnya, Indonesia telah membuat kebijakan untuk menciptakan ekosistem yang baik dalam investasi energi bersih, yaitu dengan membebaskan persyaratan lokal konten untuk proyek-proyek EBT yang didanai melalui pinjaman atau hibah luar negeri, dimana hal tersebut merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan EBT di Indonesia.
Selain itu, Eniya menguraikan bahwa Indonesia memiliki modal sumber daya EBT yang sangat besar yang terdiri dari berbagai macam sumber EBT. “Sumber daya EBT melimpah dan tersebar dengan potensi mencapai 3680 GW yang bisa dioptimalkan untuk memasok kebutuhan energi nasional di masa depan,” tuturnya.
Baca Juga: Dalam Forum CEM, Sekjen ESDM Urai Aksi Kolaboratif ASEAN Optimalkan Energi Bersih
Sementara dalam peta jalan transisi energi, tambahnya, Indonesia sudah menetapkan bahwa pembangunan pembangkit listrik setelah tahun 2030 hanya akan berasal dari sumber EBT. Diproyeksikan pada tahun 2060, kapasitas terpasang pembangkit EBT akan mencapai 350GW dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan meningkat secara signifikan mulai tahun 2030.
“Indonesia juga akan mengimplementasikan super grid yang terintegrasi untuk memberikan akses energi kepada seluruh masyarakat. Super grid akan mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan dan menjaga kestabilan sistem kelistrikan,” tuturnya.
Kemudian Eniya menambahkan bahwa Indonesia juga sudah berfokus untuk melakukan inovasi dalam pengembangan energi bersih, diantaranya ialah pemanfaatan hidrogen, dengan telah menetapkan strategi hidrogen nasional yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai produsen dan pusat hidrogen ramah lingkungan dalam memenuhi permintaan global.
“Inovasi lain adalah fase komersialisasi bahan bakar penerbangan menggunakan bioavtur J2.4 berbasis biodiesel, juga mengembangkan PLTS terapung dengan kapasitas yang besar, seperti di Cirata dengan kapasitas 193 MW, yang merupakan PLTS Terapung terbesar ketiga di dunia,” tutupnya.***