Wacana Revisi UU TNI, Legislator Nilai Butuh Proses yang Panjang

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. (Foto: Runi/nr)

Jakarta, serayunusantara.com – Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih sebatas rencana yang digodok oleh tim khusus Mabes TNI. Ia menilai revisi UU tersebut membutuhkan waktu yang panjang hingga akhirnya dibahas di DPR bersama pemerintah dan harus melibatkan publik.

“Itu masih usulan dan masih digodok oleh tim di Mabes TNI. Prosesnya masih panjang salurannya ke panja pemerintah yang di dalamnya ada Menhan, Menkumham dan lainnya,” ujar Hasanuddin, dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Selasa (16/5/2023).

Politisi PDI-Perjuangan ini menyampaikan, Panja nantinya akan menyempurnakan beleid tersebut jika memang diterima oleh pemerintah yang kemudian diserahkan ke DPR. “Mari kita bahas mana yang klausul yang bermasalah. Saya siap untuk membahasnya bersama dan ini harus terbuka (pembahasan),” tambahnya.

Baca Juga: Anggota DPR RI Komisi I: Menyedihkan, TNI Terlibat Jual-Beli Senjata di Wilayah Konflik Papua

Dalam beleid yang sedang dibahas di internal TNI tersebut Hasanuddin juga mengkritisi klausul tentang tupoksi TNI. Hal ini menjadi masalah pertahanan dan keamanan yang menentang UUD 1945 dan UU Pertahanan. “Kalau tupoksi itu di bidang pertahanan dan keamanan memang seperti ABRI dulu. Bisa jadi menterinya bukan mentri pertahanan,”jawab Hasanuddin.

Kedua sambung dia adanya usulan dari TNI terkait anggaran yang tidak lagi diusulkan melalui menteri. Dalam UU TNI disebutkan anggaran TNI di bawah koordinasi Kemenhan. “Mengapa di bawah koordinasi karena setiap kegiatan upaya dan operasi TNI bagian dari tugas pertahanan dan masalah pertahanan itu kebijakannya ada di menteri pertahanan sehingga janggal jika kemudian anggaran itu dilakukan langsung ke Kemenkeu,” tegasnya.

Dia meminta TNI dan Kemenhan untuk memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi terkait anggaran. Hal ini penting agar tidak terjadi pola pikir dan sikap sektoral yang kemudian merevisi undang-undang. “Jadi ketika ada disharmonisasi ya lakukan saja jangan kemudian berpikir sektoral. Keduanya jangan berpikir sektoral. Sehingga jangan merubah UU hanya karena kurang koordinasi. Misalnya Kemenhan kalau mau beli alutsista koordinasi dengan TNI,” tandasnya. (tn/aha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *