Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar: Pokir Adalah Aspirasi Rakyat, Bukan Sekadar Soal Jalan

Blitar, serayunusantara.com – Polemik terkait alokasi anggaran pembangunan dan pemanfaatan pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Kabupaten Blitar kembali menjadi sorotan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, Muhammad Rifai, menegaskan bahwa pokir bukan sekadar proyek infrastruktur seperti jalan, melainkan cerminan langsung dari aspirasi rakyat yang ditampung oleh anggota dewan.

Dalam keterangannya, Rifai menolak anggapan bahwa dewan menunda pembangunan.

Menurutnya, DPRD dan eksekutif sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, namun proses penyerapan aspirasi tidak bisa disamaratakan.

“Bukan kami menunda. Dewan juga dipilih oleh rakyat, bahkan Pemilu DPRD lebih dulu daripada Pilkada. Kami lebih dekat dan tahu apa yang dibutuhkan rakyat, dan tidak semuanya minta jalan,” tegas Rifai, Selasa, 26 Agustus 2025.

Baca Juga: Ketidakharmonisan Eksekutif dan Legislatif di Blitar, GPI Gelar Aksi: Rakyat Jadi Korban Mandeknya Pembangunan

Ia menekankan bahwa jalan merupakan bagian dari visi dan misi bupati, sementara usulan rakyat yang ditampung DPRD mencakup berbagai hal, seperti permintaan air bersih, alat pertanian, jalan usaha tani (JUT), serta bantuan untuk masjid dan musala.

Rifai juga mengkritik kebijakan eksekutif yang menurutnya tidak sejalan dengan semangat efisiensi. Di saat rakyat meminta kebutuhan dasar, justru muncul anggaran yang diarahkan untuk kegiatan yang dianggap tidak prioritas.

“Kalau mau konsisten melakukan efisiensi, ya mari taat bareng-bareng. Aspirasi rakyat disuruh dipindah ke jalan, tapi anggaran eksekutif malah banyak untuk kegiatan hura-hura,” sindirnya.

Lebih lanjut, Rifai menyinggung program-program unggulan eksekutif yang belum terlihat realisasinya secara nyata, seperti PJU (penerangan jalan umum), one village one sarjana, dan ketahanan pangan.

Ia mengajak pemerintah daerah untuk memberikan contoh dengan memangkas kegiatan seremonial dan mengalihkan anggaran untuk hal-hal yang lebih menyentuh kebutuhan rakyat.

“Kalau memang ingin membangun jalan, ya mari sama-sama ikat pinggang. Tapi jangan rakyat disuruh hemat, sementara eksekutif pesta pora,” ujarnya.

Baca Juga: Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Blitar Sebut Hubungan Legislatif–Eksekutif Memburuk, Pembangunan Macet

Rifai juga menegaskan bahwa pokir merupakan amanah undang-undang. Maka, jika ingin menghapus pokir, langkah pertama adalah mengubah dasar hukumnya.

“Pokir itu bukan titipan, tapi kewajiban konstitusional anggota dewan dalam menyerap dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Jangan semua dibilang soal jalan, karena yang minta jalan justru dari eksekutif,” pungkasnya.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi dasar hukum terkait pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD, khususnya melalui Pasal 104 yang mengatur kewajiban anggota DPRD dalam memperjuangkan aspirasi rakyat, serta Pasal 108 huruf i yang mewajibkan penghimpunan aspirasi melalui kunjungan kerja. (Serayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *