Anak sekolah SMP dan Penasehat SMSI Blitar, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetiono (bawah, kanan). (Foto: Achmad Zunaidi/serayunusantara.com)
Blitar, serayunusantara.com – Sejumlah wali murid di Blitar Raya mengeluhkan pungutan yang disamarkan sebagai sumbangan di sekolah. Mereka merasa terbebani karena meski disebut sukarela, sumbangan itu justru terkesan wajib.
Seorang wali murid SMKN 3 Kota Blitar yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keresahannya. Ia khawatir jika tidak membayar, anaknya akan diperlakukan berbeda, bahkan terancam tidak bisa mengikuti ujian nasional.
“Saat rapat komite, kami diminta membayar sumbangan pembangunan sekolah. Katanya sukarela, tapi nominalnya sudah ditentukan. Kalau tidak bayar, kami takut anak dikucilkan atau tidak diizinkan ikut ujian. Ini bukan sumbangan, tapi pungutan!” ujarnya tegas, Kamis (21/2/2025) kemarin.
Tak hanya itu, ia juga menduga anaknya mengalami perundungan akibat persoalan ini dan kini enggan bersekolah. “Anak saya jadi korban bullying dan tidak mau sekolah. Selain itu, sejak masuk sekolah ini, bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya diterima malah tidak kami dapatkan. Padahal, sejak SD hingga SMP selalu menerima,” tambahnya.
Baca Juga: DPRD Kota Blitar Desak Pencabutan Perwali 69/2022 yang Dinilai Melegalkan Pungutan di Sekolah
Keluhan serupa disampaikan wali murid lain yang kecewa dengan praktik ini. Mereka menegaskan bahwa pendidikan dasar hingga menengah seharusnya bebas dari pungutan.
“Kami ingin anak-anak sekolah dengan tenang. Tapi dengan pungutan seperti ini, kami justru merasa dipaksa. Jika menolak atau protes, kami takut anak-anak menjadi korban, baik dalam bentuk perundungan maupun perlakuan tidak adil dari pihak sekolah,” ungkap seorang wali murid lainnya.
Menanggapi hal ini, pemerhati pendidikan yang juga Penasehat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Blitar, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetiono, menegaskan bahwa pungutan yang bersifat memaksa di sekolah melanggar aturan.
“Sumbangan harusnya benar-benar sukarela, tanpa patokan nominal atau tekanan. Jika sekolah mewajibkan pembayaran dengan ancaman tertentu, itu sudah termasuk pungutan liar dan harus ditindak,” pungkasnya, saat diminta untuk menanggapi hal ini melalui telepon, Minggu (23/2/2025).
Hingga berita ini ditulis, para wali murid berharap pemerintah pusat maupun daerah segera mengambil tindakan konkret untuk menghentikan praktik ini, agar anak-anak mereka bisa belajar tanpa tekanan finansial maupun ancaman sosial.(Jun)