Tulungagung, serayunusantara.com – Suasana tegang sempat terjadi di Mapolsek Besuki, Kabupaten Tulungagung, Senin, 25 Agustus 2025.
Puluhan warga yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor mendatangi markas polisi untuk memprotes tindakan aparat yang diduga menghentikan pembangunan fasilitas Masjid Nurul Huda secara sepihak.
Proyek yang dihentikan mencakup pengerjaan jalan akses dan parit di lahan Perhutani. Bagi warga, pembangunan ini sangat vital karena menjadi satu-satunya jalur layak menuju masjid, sementara parit berfungsi mencegah banjir lumpur dari dataran tinggi.
Kuasa hukum warga, M. Ihsan Muhlason, menjelaskan bahwa Unit Reskrim Polsek Besuki menghentikan proyek dengan dalih tidak adanya izin dari Perhutani. Namun, menurut hasil penelusurannya, dasar hukum penghentian ini masih meragukan.
“Polisi mengaku ada laporan dari Perhutani. Tapi, setelah kami konfirmasi langsung ke Asper (Asisten Perhutani) yang juga diundang ke Polsek, ternyata tidak ada laporan resmi yang dibuat,” tegas Muhlason.
Baca Juga: Polisi Fasilitasi Mediasi Warga Terkait Kandang Ayam di Tulungagung
Ia menilai penghentian ini terlalu gegabah dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga.
“Hak beribadah dan memperoleh fasilitas pendukungnya dilindungi undang-undang. Tidak bisa dihentikan begitu saja tanpa dasar hukum yang jelas,” lanjutnya.
Warga yang hadir mengaku kecewa lantaran penghentian proyek membuat akses ke masjid kembali sulit dan rawan terendam air. Salah satu takmir masjid menyebut, setiap musim hujan, halaman masjid kerap tergenang karena tidak ada saluran pembuangan yang memadai.
“Kalau parit ini tidak jadi dibuat, jamaah sangat kesulitan. Air hujan dari atas langsung masuk ke halaman masjid. Kami hanya ingin ibadah lebih tenang, tidak kebanjiran lagi,” keluh seorang warga.
Baca Juga: Polres Tulungagung Kawal Aksi Damai Pokmas Mergomulyo dan Hearing di DPRD
Ketegangan akhirnya mereda setelah digelar mediasi darurat di Mapolsek Besuki. Mediasi melibatkan Kapolsek Besuki, Kanit Pidsus Polres Tulungagung, KPH Perhutani, Kepala Desa, Takmir Masjid, LBH GP Ansor, serta tokoh masyarakat setempat.
Menurut Kasi Humas Polres Tulungagung, IPDA Nanang Murdianto, semua pihak akhirnya mencapai kesepakatan damai.
“Pengerukan tanah dan pembangunan fasilitas masjid dapat terus dilaksanakan. Pihak Perhutani dan kepolisian mendukung penuh upaya warga untuk mencegah banjir lumpur yang selama ini mengganggu ibadah,” jelas Nanang.
Kasus ini menunjukkan bagaimana komunikasi yang kurang jelas dapat memicu ketegangan antara warga dan aparat. Namun, keberhasilan mediasi memperlihatkan bahwa dialog terbuka mampu menjadi solusi.
Kini, warga Nurul Huda bisa melanjutkan pembangunan fasilitas masjid mereka dengan tenang, sementara pihak kepolisian dan Perhutani berjanji akan ikut mengawal agar kegiatan berjalan sesuai aturan. (Serayu)