Kediri, serayunusantara,com – Kalender akademik 2023 pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sudah dimulai. Mahasiswa baru mulai mengikuti Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) sebelum mengikuti proses perkuliahan pada September tahun ini.
Kepala Subdirektorat Ketenagaan, Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis), Ditjen Pendidikan Islam, Kemenag, Ruchman Basori, menginformasikan bahwa Kementerian Agama telah menyiapkan sejumlah program afirmatif melalui Beasiswa Indonesia Bangkit, seperti dilansir dari laman Kemenag RI.
Ruchman mengajak para mahasiswa baru untuk memanfaatkan proragm beasiswa hasil kolaborasi Kementerian Agama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
“Nanti di semester III ikut program MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) ke luar negeri, yang akan dihargai setara 20 SKS”, terang Ruchman saat memberikan pembekalan pada PBAK IAIN Kediri, Rabu (23/8/2023) di Gedung Sport Center, Kediri.
Baca Juga: KTT ASEAN, Kemenag Terapkan WFH untuk ASN Berkantor di Wilayah DKI Jakarta
MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) merupakan salah satu program implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka. MOSMA berbentuk program mobilitas fisik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Program ini berlangsung selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan. Melalui program ini, mahasiswa mendapatkan kredit yang dapat dikonversi ke dalam SKS (Satuan Kredit Semester) di kampus asal.
MOSMA memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk memiliki pengalaman kuliah di perguruan tinggi luar negeri, sehingga dapat meningkatkan wawasan berpikir keilmuan, bersikap terbuka, beradaptasi dengan kultur perkuliahan maupun kehidupan kampus berskala internasional serta merasakan besarnya potensi Indonesia di kancah internasional. Ini diharapkan akan memotivasi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik melalui beasiswa maupun mandiri, dengan kebangaan diri sebagai bangsa Indonesia.
Tahun ini, adalah kali pertama pelaksanaan program Beasiswa MOSMA Kemenag. Ada sekitar 124 mahasiswa PTKIN yang telah lolos seleksi dan secara bertahap diberangkatkan ke luar negeri, baik tingkat S1, S2, maupun S3. Sebanyak 67 mahasiswa yang mendapat kesempatan kuliah satu semester di Amerika Serikat, 10 mahasiswa di Inggris, 18 mahasiswa di Malaysia, serta 29 mahasiswa akan kuliah di Tunisia dan Maroko.
“Jangan lama-lama kuliah di IAIN Kediri. Segera lanjutkan studi S2 dan S3 melalui BIB Kemenag RI. Syukur-syukur bisa mengambil studi di PT terbaik di luar negeri,” sambung Ketua Project Management Officer Beasiswa Indonesia Bangkit (PMO-BIB) Kemenag RI ini.
Menurut Ruchman, mahasiswa masa kini harus mampu manjawab tantangan era revolusi 4.0 yang ditandai dengan majunya teknologi informasi, komunikasi. Pada saat yang sama, muncul juga fenomena era disrupsi (kektidakpstian), juga menimbulkan fenomena matinya kepakaran (the death of expertice).
“Mahasiswa IAIN harus bisa menjadi ahli pada bidangnya dan belajar pada ulama dan dosen yang juga ahli di bidang agama, bukan malah mengandalkan mbah geogle,” kelakar Ruchman.
Penguatan MB
Ruchman juga minta mahasiswa IAIN Kediri berada pada garda terdepan dalam penguatan moderasi beragama. Dia mengidentifikasi setidaknya ada tiga masalah yang dihadapi Indonesia saat ini. Pertama, munculnya kelompok yang mempertanyakan konsensus nasional. Mereka ingin mengubah dasar negara Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, yang telah dirumuskan the founding bangsa ini dengan ideologi lain.
Kedua, kelompok yang merasa dirinya sebagai orang yang paling benar (truth claim). Ketiga adalah kelompok silent majority, kelompok besar yang memilih diam. Mereka adalah kategori orang-orang yang tidak peduli ketika ideologi negara terancam, ujaran kebencian merajalela dan lain sebagainya.
“Jangan rela negara kita diinjak-injak, di rongrong, di pecah belah atas nama agama oleh kelompok-kelompok yang intoleran,” seru Ruchman di hadapan para mahasiswa baru yang rata-rata keompok millenial.
“Kalian adalah kekuatan Indonesia sebagai lapisan intelektual yang paham agama sekaligus paham keindonesiaan dengan wajahnya yang moderat,” tandasnya. ***