KKP Dorong Sistem Bioflok Sebagai Solusi Budidaya Ikan Nila di Musim Kemarau

Inovasi teknologi budidaya ikan sistem bioflok sebagai salah satu solusi meningkatkan produksi ikan nila saat periode musim kemarau. (Foto: KKP RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KKP RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong penerapan inovasi teknologi budidaya ikan sistem bioflok sebagai salah satu solusi meningkatkan produksi ikan nila saat periode musim kemarau.

Inovasi bioflok ini merupakan salah satu penerapan teknologi budidaya yang terbukti efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya air, sehingga lebih adaptif terhadap perubahan iklim seperti kemarau panjang saat ini.

“Budidaya ikan nila sistem bioflok selain menghemat jumlah pemberian pakan hingga 25 persen, inovasi teknologi ini juga efisien dalam penggunaan air. Hanya perlu mengisi air pada awal kegiatan, selanjutnya penambahan air juga disesuaikan dengan kondisi. Ini bisa menjadi solusi saat kekurangan air di musim kemarau,”ujar Didik Heriyantoro selaku ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Mina Athena di Desa Bojong Kabupaten Magelang.

Pokdakan Mina Athena sebagai penerima bantuan paket budidaya ikan nila sistem bioflok lengkap dengan tandon dan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), serta sarana pendukung lainnya dari KKP. Menunjukkan keberhasilannya, yaitu bisa panen sebanyak 3,5 ton dari 50 kolam bioflok dan semuanya bisa terserap pasar. Adapaun ukuran panennya rata rata 200-250 gram per ekor.

Apabila harga ikan nila Rp25 ribu/ekor, Pokdakan Mina Athena bisa meraup pendapatan kotor sebesar Rp87 juta per bulan.

Baca Juga: KKP Gaungkan Perikanan Berkelanjutan di Harkannas ke-10

Didik menambahkan, budidaya ikan nila dengan sistem bioflok cukup mudah. Air hanya di awal saja dimasukkan ke dalam wadah hingga panen dan penambahan air jika diperlukan. “Budidaya ikan nila sistem bioflok selain hemat pakan, tidak perlu lahan luas dan efisien dalam penggunaan air”, ungkap Didik.

“Selain itu budidaya ikan nila sistem bioflok bisa cepat panen setelah masa pemeliharaan selama 3,5 bulan, sementara kalau dengan sistem konvensional kurang lebih memerlukan waktu masa pemeliharaan 4,5 hingga 5 bulan,”jelas Didik.

Bantuan paket budidaya ikan nila sistem bioflok dari KKP memberikan dampak positif bagi usaha budidaya Pokdakan Mina Athena. Pasalnya saat ini segmen usahanya tidak hanya pembesaran saja, melainkan dari segmen usaha pembenihan, pendederan hingga pembesaran, serta usaha pengolahan hasil budidaya dan juga produksi pakan ikan mandiri.

Didik menjelaskan dibandingkan sebelumnya yang menggunakan kolam konvensional, sangat rawan adanya kematian sehingga hasilnya tidak maksimal. Saat ini dengan bantuan paket budidaya ikan nila sistem bioflok dari KKP, produktivitasnya bisa meningkat, dan tentunya pendapatan anggota per bulan juga ikut meningkat.

Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu juga menyampaikan bahwa penerapan teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok ini terbukti efesien penggunaan air, sehingga termasuk adaptif terhadap perubahan iklim seperti musim kemarau yang berkepanjangan saat ini.

Baca Juga: KKP Siap Dukung Implementasi ASEAN Blue Economy Framework

“Kelangsungan hidup ikan nila dengan budidaya ikan nila sistem bioflok bisa mencapai 90 persen. Dan keunggulan lainnya nilai feed conversion ratio (FCR) juga rendah yaitu 1,1 jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam konvensional dengan nilai FCR bisa mencapai 1,5. Artinya dapat menghemat pakan,” kata Dirjen Tebe.

Dirjen Tebe menambahkan budidaya ikan nila sistem bioflok juga meningkatkan padat tebar yaitu menjadi 100 ekor per meter kubik. Sementara dengan kolam konvensional, padat tebar hanya 10 ekor per meter kubik. Tentunya budidaya ikan nila sistem bioflok ini bisa meningkatkan pendapatan pembudidaya secara signifikan dengan tetap mengutamakan konsep ekonomi biru.

Budidaya ikan nila sistem bioflok juga dapat meningkatkan produksi ikan nila nasional sebagai komoditas ikan air tawar yang permintaan pasarnya tinggi baik dari dalam maupun luar negeri. Seperti Amerika Serikat merupakan negara importir terbesar untuk pasar ikan nila di dunia dalam bentuk fillet. “Keunggulan budidaya ikan nila sistem bioflok dapat terasa dampaknya apabila semua tahapan dalam budidayanya menerapkan prinsip-prinsip Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB),” tegas Tebe.

Melalui inovasi teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok ini bisa mengurangi kegiatan usaha budidaya ikan nila seperti di danau atau waduk. Selain itu bisa menjadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan juga program ketahanan pangan berbasis protein hewani.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Budhy Setiawan setelah melakukan panen ikan nila sistem bioflok di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi kemarin. Budhy mengapresiasi inovasi teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok hasil kinerja KKP, pasalnya melalui teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi ikan nila.

Baca Juga: KKP Kawal Ekspor Hasil Perikanan Ke Arab Saudi

“Kami legislator akan terus mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dengan mendorong pembenahan fasilitas infrastruktur dan sarana prasarana teknologi pendukung yang ada di UPT, seperti salah satunya di BBPBAT Sukabumi,”tegas Budhy.

Menurut Budhy, sarana dan prasarana teknologi seperti di BBPBAT Sukabumi perlu dilakukan perbaikan, karena UPT ini penting, yang bisa menjembatani beberapa program strategis seperti mengatasi masalah krisis pangan. Karena dengan budidaya ikan dapat mengentaskan masalah kemiskinan dan juga masalah ekstrim terkait dengan mutu gizi dan stunting di Indonesia. Melalui budidaya ikan nila, akan kita dorong terus sebagai primadona ekspor dan menumbuhkan multiplier effect yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Plh. Kepala BBPBAT Sukabumi, Wawan C. Ashuri menyampaikan pihaknya akan selalu siap membantu kelompok pembudidaya dalam hal benih bermutu dan induk ikan air tawar yang berkualitas. Capaian program prioritas BBPBAT Sukabumi pada tahun 2023 ini sudah hampir 100 persen. “BBPBAT Sukabumi sudah berhasil mendistribusikan bantuan program prioritas kepada pokdakan yang berlokasi di Serang, Sleman, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung Selatan, Lombok Barat. Bahkan sampai Indonesia Timur seperti Kupang dan Timur Tengah Utara.

Wawan juga menambahkan BBPBAT Sukabumi selalu siap melakukan penyebaran teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok ke seluruh daerah, agar teknologi tersebut bisa tepat guna dan pembudidaya tidak sulit dalam penerapannya, serta usahanya bisa berkelanjutan. “BBPBAT Sukabumi sejak tahun 2018 hingga saat ini sudah berhasil mendistribusikan paket teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok sebanyak kurang lebih 201 unit. Lokasi pendistribusian paket teknologi budidaya ikan nila sistem bioflok BBPBAT Sukabumi diantaranya yaitu Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, NTB, NTT hingga Indonesia Timur yaitu Papua dan Papua Barat,” papar Wawan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *