Koordinator Masyarakat Peduli Kabupaten Blitar, Sutarto (kanan) dan Ketua Ormas Radja, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetiono. (Foto: IST)
Blitar, serayunusantara.com – Mendekati Pemilu 2024, isu politik selalu menarik untuk diperbincangkan. Tak hanya Pileg ataupun Pilpres, Pilkada pun demikian pula.
Berawal obrolan soal pembangunan Puskesmas Talun, dua tokoh yang bertemu di sebuah rumah makan di Kota Blitar ini lalu menyinggung beragam persoalan, khususnya yang terjadi di Kabupaten Blitar bagian Selatan antara lain masalah pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.
Koordinator Masyarakat Peduli Kabupaten Blitar, Sutarto mengungkapkan, fasilitas layanan kesehatan di wilayah Blitar Selatan menurutnya tidak memadai. Jika dibandingkan, fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, menurutnya tertinggal jauh dengan yang di bagian Utara sungai Brantas (lor kali).
“Dugaan pungli di dunia pendidikan yang berkedok sumbangan, baik di tingkatan SMP dan SMA serta banyaknya infrastruktur jalan yang rusak parah memicu keprihatinan Masyarakat Peduli Kabupaten Blitar,” ujar Tarto, Jum’at (22/9/2023).
Ia pun sangat prihatin dengan kondisi pemerintahan sekarang. Banyaknya aksi demo terkait kebijakan Bupati yang dinilainya tidak berpihak kepada masyarakat.
“Kami masyarakat Blitar bagian Selatan merasa cemburu dengan yang lor kali. Pendidikan di bagian Selatan sangat tertinggal jauh,” ungkap Tarto.
Lanjutnya, jika ada orang sakit mau menuju fasilitas kesehatan yang layak sangat jauh. Sarana pra sarana pendukung jalan juga rusak parah.
“Misal warga Panggungrejo yang ingin mendapatkan fasilitas kesehatan itu harus ke Sutojayan yang jaraknya cukup jauh. Demikian halnya warga Tambakrejo yang ingin menuju fasilitas kesehatan ataupun pendidikan cukup jauh jaraknya. Nah ini, kan harus ada perhatian khusus dari pemerintah daerah. Kami merasa kasihan dengan masyarakat,” ujar dia.
Sementara Ketua Ormas Rakyat Jelata (RaDja), Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetiono (Bagas) sependapat yang disampaikan Tarto. Dikatakannya pula, antara eksekutif (Bupati) dan legislatif (DPRD) tidak harmonis.
“Kami usulkan, kami protes melalui legislatif tapi eksekusi usulan-usalan itu tidak pernah terwujud. Di sini kami menyimpulkan, komunikasi antara eksekutif dan legislatif tidak harmonis. Sehingga tidak bisa memprioritaskan mana yang seharusnya dieksekusi dulu,” kata Bagas.
Bagas menandaskan, rusaknya infra di Blitar Selatan tentu berdampak pula pada kesehatan masyarakat di sana.
“Itu jalan sudah rusak, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit jauh. Puskesmaspun tidak bisa rawat inap atau pelayanan 24 jam. Sehingga harus ke rumah sakit yang jauh itu,” sambungnya.
Bagas menambahkan, karena infrastruktur jalan rusak parah, masyarakat yang sakit akhirnya tidak segera mendapatkan pertolongan.
“Jangankan sakit parah, yang tidak parahpun, karena jalannya rusak dan rumah sakit jauh, bisa tambah parah. Bahkan bisa meninggal di jalan,” imbuhnya.
Pihaknya berharap, 7 kecamatan di wilayah Blitar bagian Selatan ada perhatian dari Pemkab Blitar terutama peningkatan fasilitas infrastruktur, fasilitas kesehatan dan pendidikan
“Ini bentuk perhatian khusus dari kita selaku kontrol sosial,” ujarnya.
“Difokuskan dulu satu per satu. Infrastrukturnya, kemudian fasilitas kesehatan berupa bangunan rumah sakit. Ini mulai tahun berapa seluruh LSM dan Ormas minta dibangunnya sekolah SMA, rumah sakit. Namun itu semua tidak dipenuhi dan malah terkesan diabaikan,” tandasnya.
“Jadi ini program pemerintah daerah bukan belum maksimal tapi tidak maksimal bahkan terkesan tidak jalan dan bisa dikatakan gagal,” kata Bagas.
“Kalau pemerintah daerah tidak mau mendengar aspirasi masyarakatnya ya sudah jangan jadi Bupati. Satu-satunya jalan ya ganti Bupati untuk mengatasi ini semua. Saya bahkan punya ide bikin kaos yang ada tulisannya gini, 2024 Wajib Ganti Bupati,” pungkasnya. (ek/jun)