DLH Kabupaten Probolinggo melakukan monev terhadap budidaya maggot yang dilakukan oleh Alief Aulia Rachman di Jalan RA Kartini Nomor 217 Desa Bulu Kecamatan Kraksaan, Senin (25/9/2023). (Foto: Pemkab Probolinggo)
Kraksaan, serayunusantara.com – Melansir dari laman Pemkab Probolinggo, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Probolinggo melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap budidaya maggot yang dilakukan oleh Alief Aulia Rachman di Jalan RA Kartini Nomor 217 Desa Bulu Kecamatan Kraksaan, Senin (25/9/2023).
Monev ini dipimpin oleh Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLH Kabupaten Probolinggo Yuwanita Darman. Ia pun berdiskusi dengan Arief untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam budidaya maggotnya.
“Dari hasil kunjungan ini, DLH sangat mensupport sekali degan budidaya maggot yang dilakukan oleh Mas Alief. Sebagai tindak lanjutnya nanti akan dilakukan MoU dengan restoran maupun rumah sakit untuk bisa menyetor sampah organiknya kepada Mas Alief untuk mendukung budidaya maggotnya,” ujar Yuwanita.
Yuwan menerangkan dalam MoU itu restoran maupun rumah sakit bisa mendistribusikan sampah organiknya. Nanti Alief akan memberdayakan remaja sekitar untuk memilah sampah organik. “Air sisa makanan juga bisa dicampur tepung untuk dijadikan makanan maggot,” terangnya.
Baca Juga: Serunya Gir Sereng Festival, Lomba Layang-Layang hingga Masakan Tebalan
Menurut Yuwan, maggot ini bisa dipanen dalam siklus budidaya selama 14 hari untuk menghasilkan sebanyak 10 kg. Dimana dalam jumlah itu dibutuhkan sampah organik sebanyak 50 kg. Harganya saat ini berkisar antara Rp 6000 hingga Rp 7000 per kilogramnya.
“Perlu edukasi kepada masyarakat karena masih sedikit yang tahu manfaat dari maggot. Maggot ini pengganti konsentrat dan manfaatnya tinggi. DLH sangat mengapresiasi karena budidaya maggot ini bisa mengurangi sampah organik. Biasanya langsung ke TPA, namun ini dari restoran dipilah dulu sampah organiknya untuk kebutuhan budidaya maggot,” tegasnya.
Sementara Kepala DLH Kabupaten Probolinggo Dewi Korina mengatakan dalam rangka persiapan penilaian Adipura, pihaknya mulai menggiatkan lagi peran-peran masyarakat yang ikut membantu Pemerintah Daerah. “Peran aktif masyarakat yang usahanya itu secara langsung ataupun tidak langsung ikut membantu Pemerintah Daerah khususnya untuk pengurangan sampah,” katanya.
Dewi mencontohkan budidaya maggot yang dilakukan oleh Alief Aulia Rachman di Desa Bulu Kecamatan Kraksaan. Dimana ia membuat sebuah usaha budidaya maggot yang bahan bakunya itu berasal dari sampah domestik berupa sampah dapur dan sampah organic atau lebih spesifiknya sampah makanan.
Baca Juga: Gubernur Jatim Lantik Enam Penjabat Kepala Daerah
“Mas Alief ini membutuhkan sampah organik dengan kapasitas 500 kg per hari. Sampah organik ini berasal dari dari restoran maupun rumah sakit berupa sisa-sisa makanan pasien yang selama ini harus jauh dibuang ke TPA. Tetapi sisa makanan bukan sampah yang busuk serta masih fresh untuk media pembudidaya maggot,” jelasnya.
Menurut Dewi, budidaya maggot ini merupakan sebuah upaya yang perlu untuk mendapatkan apresiasi. Oleh karena itu ke depan pihaknya akan mensupport misalnya terkait dengan kekurangan bahan baku.
“Nantinya akan kita upayakan kerja sama dengan beberapa rumah makan yang ada di sekitar Kraksaan. Terutama resto maupun rumah sakit agar kekurangan kapasitas bahan bakunya bisa tercukupi. “Peninjauan ini kita lakukan agar tahu kira-kira yang menjadi kendala yang Pemerintah Daerah bisa membantu dalam mengurangi sampah rumah tangga,” tegasnya.
Dewi mengharapkan agar ke depan budidaya maggot ini bisa dikembangkan sesuai dengan kapasitas karena pasar maggotnya itu sangat terbuka. Harapannya nanti bahan bakunya yang belum terpenuhi ke depannya bisa dibantu untuk bisa memenuhi bahan bakunya.
Baca Juga: Wisata Bromo Kembali Dibuka Untuk Umum
“Budidaya maggot ini merupakan sebuah usaha ekonomi produktif bagian dari membuka lapangan kerja juga, tetapi yang paling penting ikut membantu pemerintah dalam mengurangi sampah yang diangkut ke TPA supaya TPA tidak cepat penuh,” pungkasnya.***