Sekretaris KemenPPPA, Pribudiartha N Sitepu dalam Seremoni Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tentang Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan. (Foto: KemenPPPA RI)
Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Dalam upaya percepatan dan penguatan implementasi Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan (PPKSP) di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama sejumlah K/L terkait melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) sebagai dokumen turunan upaya implementasi dan kolaboratif dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman bagi anak, di Gedung Kemendikbudristek, Jakarta. Sekretaris KemenPPPA, Pribudiartha N Sitepu menuturkan penetapan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan adalah salah satu upaya penting yang tertuang dalam Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, guna memastikan sistem perlindungan anak di satuan pendidikan berjalan.
“Saat ini, anak-anak kita sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, stres yang diterima anak-anak saat ini multidimensi, ada di ranah luring dan juga daring. Di sisi lain, kemampuan setiap anak mengelola stres atau tekanan juga berbeda. Diperlukan kepekaan orang tua, wali, pengasuh, guru, teman, dan orang-orang terdekat anak untuk memahami kondisi ini. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh Kementerian/Lembaga yang hari ini hadir mengukuhkan komitmen multisektor melaksanakan strategi nasional untuk menurunkan kekerasan terhadap anak. Kita semua paham, bahwa menjaga kualitas hidup anak-anak kita sesuai amanat Konstitusi adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Pribudiarta dalam Seremoni Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tentang Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan.
Pribudiarta mengatakan KemenPPPA sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, berkomitmen untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mendukung pelaksanaan PPKSP, utamanya dalam memperkuat peran K/L/Pemda dalam melaksanakan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier; menyediakan layanan perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban, saksi, dan pelaku kekerasan di satuan pendidikan; memberikan dukungan teknis dalam rangka peningkatan kapasitas TPPK di satuan pendidikan dan Satgas PPK di daerah; melaksanakan monitoring dan evaluasi bersama; serta mendorong dan memperkuat peran Pemerintah Daerah melalui pelaksanaan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak.
“Secara lebih spesifik, kami akan terus memperkuat peran anak sebagai pelopor dan pelapor, sebagai peer educator tentang hak-hak dan perlindungan anak, dan menjadi teman sharing yang dapat dipercaya sebayanya. Demikian juga bersama Pemerintah Daerah akan terus memperkuat kualitas dan kuantitas PATBM dan Relawan SAPA di tingkat desa dan kelurahan di seluruh Indonesia yang dapat melakukan edukasi dan kampanye sosial tentang perlindungan anak serta melakukan deteksi dini kekerasan terhadap anak dan memberikan pendampingan awal bagi keluarga dan anak korban kekerasan untuk memperoleh akses layanan yang tersedia. Sebagai penyedia layanan anak yang memerlukan perlindungan khusus di tingkat pusat, kami akan memperkuat peran koordinasi penanganan kasus-kasus KtA yang memerlukan koordinasi lintas provinsi dan lintas negara serta yang merupakan rujukan akhir,” ujar Pribudarta.
Pribudarta menyampaikan hasil asesmen nasional tahun 2022 dimana masih ditemukan hampir 40% anak mengalami perundungan, lebih dari 30% peserta didik pernah mengalami kekerasan seksual, dan lebih dari 25% mengalami hukuman fisik. Demikian pula data Simfoni PPA mencatat 9.011 kasus kekerasan terhadap anak dengan jumlah korban sebanyak 10.057 anak di sepanjang Januari hingga Oktober 2023; di mana kekerasan terhadap anak di sekolah, termasuk perundungan, meningkat, dari 7,6 persen dari total kasus kekerasan terhadap anak pada 2022 menjadi 8,7 persen. Di samping itu, kejadian bunuh diri pada anak juga menunjukkan peningkatan. Selama Januari-September 2023, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terjadi 10 kasus bunuh diri anak, meningkat 10 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu. Lebih memprihatinkan, 60 persen merupakan korban perundungan. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan untuk kita semua.
Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Suharti mengatakan kegiatan penandatanganan PKS ini dalam menindaklanjuti Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan (PPKSP) yang telah ditandatangani pada 4 Agustus 2023 yang lalu, telah disepakati Perjanjian Kerja Sama antara 8 kementerian dan lembaga antara lain; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Agama; Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Kementerian Sosial; Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; dan Komisi Nasional Disabilitas.
“Berangkat dari semangat kolaboratif dan gotong royong, kesepakatan ini merupakan tindak lanjut komitmen bersama berupa Nota Kesepahaman 8 K/L yang telah ditandatangani para Menteri dan pimpinan Lembaga pada tanggal 4 Agustus 2023 yang lalu. Ada tiga ruang lingkup utama dalam Perjanjian Kerja Sama ini, yaitu: Penguatan mekanisme pencegahan, penanganan, dan pengawasan; Peningkatan kapasitas sumber daya manusia; dan Pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi. Kemendikbudristek sendiri pada tanggal 8 Agustus 2023 telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke 25, yang secara khusus ditujukan untuk menjalin kolaborasi lebih lanjut para pemangku kepentingan dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan,” ujar Suharti.
Suahrti menjelaskan terbitnya Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan Pendidikan diharapkan dapat menjadi rujukan sekaligus panduan bersama dalam implementasi kebijakan ini. Adapun beberapa hal utama yang diregulasi dalam Permendikbudristek ini, yaitu; Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan menjadi fokus pencegahan dan penanganan kekerasan; Adanya definisi yang jelas dan bentuk-bentuk detail kekerasan yang mungkin terjadi; Pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan serta Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di level pemerintah daerah yang kami harap akan didorong oleh Kemendagri dan Kemenag serta K/L terkait dalam implementasinya; Mekanisme pencegahan yang terstruktur dan pembagian peran yang terdefinisikan secara jelas; dan Pembagian dan alur koordinasi dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang lebih jelas antara satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek.
Baca Juga: Kolaborasi KemenPPPA Dan MUI, Pantik Inisiatif Wujudkan Pesantren Ramah Anak
“saya, mewakili Kemendikbudristek, sesuai tugas dan fungsi kami, menyatakan siap dan berkomitmen dalam mengimplementasikan kebijakan PPKSP ini sekaligus berkolaborasi untuk mewujudkan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, ramah, dan aman bagi semua. Saya berharap agar melalui PKS ini maka implementasi Permen PPKSP dapat berjalan dengan lebih baik dan dapat mewujudkan lingkungan sekolah yg aman dan nyaman untuk proses belajar mengajar,” tutup Suharti.***