Titik pengumpulan pasir yang ada di Desa Kaulon, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar. (Foto: IST)
Blitar, serayunusantara.com – Sedotan pasir tanpa izin berkeliaran di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas tepatnya di Desa Kaulon, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar.
Ekploitasi pasir secara ugal-ugalan itu diduga tanpa mengantongi rekomendasi teknik dari Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS) hingga tak tersentuh oleh hukum.
Aparat penegak hukum (APH) diduga membiarkan praktek ilegal itu berjalan begitu saja. Malah muncul dugaan eksploitasi pasir itu dibekingi oleh APH.
Salah satu warga yang enggan menyebutkan identitasnya mengeluhkan keberadaan pada aktivitas penambangan pasir. Mereka beralasan eksploitasi itu merusak ekosistem dalam air dan abrasi di sepanjang DAS Brantas.
Baca Juga: Kementerian ESDM Latih Pelaku Industri Tanzania Majukan Sektor Pertambangan
Selain itu, warga juga mengeluhkan lalu lalang kendaraan yang membawa pasir. Karena muatan truk yang berlebihan menyebabkan jalan di perkampungan kondisinya semakin rusak.
Oleh karena itu, warga secara tegas mendesak APH untuk tidak tinggal diam. APH harus menertibkan aktivitas eksploitasi pasir sesuai aturan yang berlaku.
“Semoga kegiatan tambang tersebut lekas ditertibkan dan ditutup, agar tidak terjadi musibah yang tidak kita inginkan. Apalagi habis ini sudah masuk musim penghujan,” terang salah satu warga yang tidak mau disebut namanya, Sabtu (4/11/2023).
Memasok Kebutuhan Proyek di Kediri
Dari informasi yang dihimpun serayunusantara.com, eksploitasi pasir itu dilakukan karena ada permintaan pasar. Diduga, untuk mencukupi kebutuhan urugan proyek lapangan golf Bukit Dhoho Indah (BDI) yang berlokasi di Kediri
Menurut pengakuan salah satu sopir truk pengangkut yang tidak mau disebut namanya, pasir DAS Brantas memiliki spesifikasi yang dibutuhkan untuk pembangunan proyek tersebut.
“Iya mas, pasir ini untuk proyek pembangunan lapangan golf di Kediri. Dan pasir seperti ini yang diterima,” kata dia.
Kata dia lagi, luas lapangan golf yang akan dibangun diperkirakan ratusan hektar dengan kebutuhan pasir bisa mencapai ratusan ribu kubik pula.
“Sedangkan orderan yang mengkoordinir CV. Miles Jaya Sentosa dan Cv. Anugrah,” tambahnya.
Aturan Hukum
Praktek ilegal minning sendiri jelas melanggar peraturan. Baik Perda Provinsi, Pergub Jatim, sampai Inpres dan (KUHP).
Dalam Undang-undang (UU) Minerba, jika pertambangan ilegal bisa dikenakan Pasal 158 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah),” bunyi aturan tersebut.
Hingga berita ini dinaikkan, belum ada tindakan tegas dari APH setempat terkait aksi illegal minning yang terjadi wilayah hukum Polres Blitar. (tim/serayu)