Anak Kerap Jadi Korban Ketidakmampuan Orangtua Kelola Emosi

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.(Foto: KemenPPPA RI)

Jakarta, serayunusantara.com – Melansir dari laman KemenPPPA RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memastikan akan mengawal perkembangan kasus Usmanto (43) ayah kandung yang melakukan kekerasan terhadap anak K (11) hingga menyebabkan korban meninggal dunia di Penjaringan, Jakarta Utara.

“Kami turut berduka atas kejadian yang menimpa korban. Satu anak yang berharga harus meregang nyawa akibat perlakuan salah dari orang terdekat, ayah kandung yang semestinya memberikan perlindungan. Bukti bahwa amarah orang dewasa yang tidak terkontrol, ketidakmampuan orang tua mengelola emosi dapat merugikan bahkan menghilangkan nyawa anak,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.

Menindaklanjuti kasus ini, KemenPPPA melalui Tim Layanan SAPA 129 melakukan penjangkauan awal ke kediaman korban dan telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan, Pelindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAP) Provinsi DKI Jakarta terkait perkembangan dan penanganan kasus. Nahar mengungkapkan kekerasan yang diterima korban dari ayahnya telah mencederai hak anak terlebih korban merupakan seorang penyandang disabilitas yang harusnya mendapatkan perlindungan khusus.

“Ini yang perlu digali lagi, bagaimana pola asuh yang dilakukan orang tuanya. Menurut hasil penjangkauan awal Tim Layanan SAPA 129 ada indikasi bahwa ayah korban terkadang bertindak kasar bahkan melakukan kekerasan fisik kepada anak jika sedang emosi,” kata Nahar.

Baca Juga: Menteri PPPA Apresiasi Anak Disabilitas Ikut Pentas Drama Musikal

Kasus kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ini bermula pada saat korban K bermain sepeda namun tiba-tiba korban menabrak anak tetangga. Akibat kejadian ini orangtua tetangga menegur orang tua korban. Tersangka U yang terbangun dari istirahatnya geram lalu mencari korban. Korban ditampar, ditendang dan dibanting dengan disaksikan oleh warga sekitar. Akibat kekerasan yang diterima mengakibatkan luka serius pada bagian kepala dan mengeluarkan darah dari hidung korban. Korban diduga meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit pada hari Rabu 13 Desember 2023. K merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yang memiliki disabilitas.

“Tentunya Tim SAPA 129 bersama dengan DPPAP DKI Jakarta akan terus berkoordinasi dan melakukan pemantauan mengenai kasus dengan Polres Jakarta Utara. Penjangkauan dan asesmen juga akan dilakukan terhadap keluarga korban terlebih masih ada saudara-saudara korban yang mungkin saja pernah mengalami kekerasan,” jelas Nahar.

KemenPPPA mengapresiasi respon cepat pihak kepolisian Polres Jakarta Utara yang saat ini telah berhasil mengamankan pelaku di daerah Teluk Gong. KemenPPPA mendorong agar pelaku dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terkait sanksi hukum terhadap terduga pelaku, Nahar menilai, atas tindakan kekerasan yang dilakukannya, terduga pelaku telah melanggar Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak dalam hal ini anak mengalami kematian, maka pelaku dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar dan dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan adalah orang tuanya.

Baca Juga: Peringati Hari Ibu ke-95, Menteri PPPA Serahkan 250 Paket Bantuan Pemenuhan Hak Anak

Di sisi lain, Nahar juga menyoroti pentingnya menumbuhkan dan meningkatkan kepedulian masyarakat di lingkungan sekitar anak terutama anak penyandang disabilitas untuk melindungi anak. Terlebih dari kejadian ini diketahui bahwa tetangga melihat langsung kekerasan pada anak yang terjadi. KemenPPPA mengajak seluruh pihak untuk dapat berempati dan berani melapor ketika melihat ada tindakan melanggar hukum seperti kekerasan pada anak.

“Kami berharap kepada para orang tua agar mampu mengelola emosi, dan menerapkan disiplin positif pada anak jika anak dianggap berbuat salah. Memukul dan menyakiti anak itu bukan bentuk mendisiplinkan namun bentuk kekerasan. Kami juga berharap seluruh pihak dapat bersama-sama menjaga dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan perlakuan salah lainnya. Bahkan jika itu dilakukan oleh orang terdekat anak, jangan ragu untuk mencegah dan melapor. Setiap anak berharga dan kita semua punya tanggung jawab melindungi anak-anak kita,” pungkas Nahar.

Nahar pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *